-->

Notification

×

Iklan

Jelang Pilkada 2013, Guru Diingatkan Tidak Berpolitik Praktis

Wednesday, September 19, 2012 | Wednesday, September 19, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-09-19T01:31:20Z
Mataram, Garda Asakota.-
Tahun 2013 mendatang, intensitas politik kedaerahan akan mulai meningkat dengan rencana akan digelarnya Pemilu¬kada Langsung secara serentak untuk tingkat Provinsi yakni Pilgub NTB, Pilkadal di Kabupaten Lombok Timur dan di Kota Bima. Sementara untuk Pilkadal di Kabu¬paten Lombok Barat direncanakan akan digelar sekitar
September 2013 seraya menunggu selesainya pembahasan RUU Pemilukada. Salah satu potensi besar kantung suara yang tentunya akan didekati oleh para kontestan pemilukada adalah suara para guru. Berbagai cara untuk men¬de¬kati kantung suara yang sangat ber¬pengaruh di daerah pastinya akan dilakukan oleh para kandidat Kepala Daerah guna merebut simpati para guru ini. Sehingga tidak mengherankan perta¬rungan yang sengit pun kerap kali terjadi di tubuh institusi para pendidik ini jelang momentum politik pemilukada digelar. Dan tidak mencengangkan kemudian ketika ada sosok guru yang direngkuh oleh kekuasaan pemenang, dan ada yang harus tersungkur karena tergilas oleh kepentingan sang pemenang. Implikasinya, dunia pendidikan pun menjadi korban akibat perebutan politik kekuasaan di daerah ini. Menyikapi hal ini, Ketua PGRI NTB, Drs. H. M. Ali H. A. Rahim, kepada warta¬wan mengatakan sikap PGRI secara institusi menghadapi Pemilukada adalah lebih cenderung mengedepankan netralitas. PGRI menurutnya adalah institusi indepen¬den artinya secara kelembagaan organisasi ini tidak mengeluarkan instruksi untuk mendukung calon-calon tertentu. “Posisi PGRI itu ada dimana-mana dan tidak ke¬mana-mana. Tapi ingat, guru adalah pemilih cerdas yang akan memilih figur-figur yang akan memperjuangkan pendidikan dan para guru tahu mana figur-figur yang memiliki komitmen terhadap dunia pendidikan ber¬da¬sarkan visi dan misi para figur itu sendiri,” jelas Ketua PGRI NTB ini kepada wartawan di ruang kerjanya belum lama ini. Menurutnya, sikap politik individual seorang guru tidak bisa dihalangi oleh sia¬papun dan belajar politik itu adalah sesuatu hal yang wajib. Hanya saja, menurut Ali Rahim, seorang guru tidak boleh melakukan politik praktis. “Secara institusi kita sudah ingatkan agar jajaran PGRI tidak meng¬ambil peran dalam Pemilukada. Kita sudah keluarkan surat maupun himbauan yang berkaitan dengan hal itu,” tegasnya. Adapun yang berkaitan dengan impli¬kasi penempatan jabatan yang sarat dengan aroma suka dan tidak suka dan bersifat politis, menurutnya, hal itu akan disikapi oleh pemerintah pusat dengan mengeluar¬kan sebuah regulasi baru yang berkaitan dengan penempatan jabatan seorang PNS, termasuk guru. “Jadi sudah tidak lagi zaman¬ nya menempatkan pejabat itu berdasarkan suka dan tidak suka yang berkaitan dengan posisi jabatan guru ini. Akan segera keluar regulasi yang mengatur tentang hal itu. Kalau fenomena selama ini, jika terjadi pergantian kekuasaan paska pemilukada itu, kabinetnya selalu dirombak berdasarkan suka dan tidak suka. Maka pada regulasi yang baru itu, perombakan itu bisa dilaku¬kan jika ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pejabatnya. Kalau nanti seseorang itu merasa didzholimi, maka sesuai dengan arahan Sekjen Mendagri, maka SK Mutasi itu dibawa ke Kemendagri. Nanti Bupati atau walikota bisa ditegur oleh Mendagri karena menempatkan pejabat secara serampangan atau memutasi seorang pejabat secara serampangan untuk segera dikembalikan ke jabatannya semula,” paparnya. Dengan keluarnya Kepmendikbud Nomor 28 tahun 2010 tentang persyaratan pencalonan sebagai kepala sekolah yang mengatur tentang criteria seorang kepala sekolah, menjamin perlindungan hak se¬orang guru untuk mendapatkan jabatan Kasek secara professional berdasarkan kinerja dan kepangkatan yang dimiliki. “Sehingga guru tidak perlu khawatir tidak diangkat menjadi Kasek karena tidak men¬dukung si A atau si B. Kenapa?, karena guru su¬dah dilindungi oleh Kepmendikbud No. 28 tahun 2010 tentang persyaratan pencalo¬nan sebagai Kepala Sekolah. Dan hal itu tidak bisa dipolitisir karena pengatu¬rannya sudah jelas. Maka guru sebaiknya harus lebih focus untuk memperbaiki kualitas diri dan profesionalismenya ketimbang mere¬pot¬kan diri dalam urusan pemilukada. Apa¬lagi gaji guru sekarang banyak dari gaji Kepala Daeah yang mencapai angka Rp7 juta-an lebih,” tandasnya. (GA. 211/Joni*).
×
Berita Terbaru Update