-->

Notification

×

Iklan

Tindakan Bupati Bima Dinilai Matikan Otokritik Masyarakat

Wednesday, August 1, 2012 | Wednesday, August 01, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-08-01T03:48:00Z
Mataram, Garda Asakota.-
“Setiap warga Negara berkedudukan sama di mata hukum dan pemerintahan”. Ketentuan undang-undang ini semestinya menjadi suatu acuan mendasar dalam penegakan hukum di Negara Kesatuan ini, termasuk penegakan hukum di daerah. Dengan dasar hukum ini, semestinya tidak ada pengklasifikasian kelas dalam struktur masyarakat di Negeri ini yakni semua berada sama dan sejajar di mata hukum. Namun, terkadang kita semua harus mengelus dada melihat betapa masih
diskri¬mi¬natifnya penegakan hukum di Negeri kita ini. Pejabat Negara sekelas kepala daerah, misalnya, yang diduga telah melakukan suatu tindak kejahatan masih dibiarkan ber¬keliaran bebas oleh aparat penegak hukum di daerah. Salah satu contoh kasusnya bisa kita lihat dalam dugaan tindak penga¬nia¬yaan beberapa orang aktivis Bima yang berasal dari Doro O’o yang diduga melibat¬kan Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, yang sudah dilaporkan secara resmi oleh oknum aktivis tersebut ke pihak Polresta Bima. Menurut salah seorang aktivis pro demokrasi, Ilham A. Rasul, SE., fenomena ini merupakan fenomena kegagalan aparat penegak hukum yang berada di daerah. Semestinya, aparat penegak hukum harus cepat merespon laporan sejumlah aktivis tersebut sehingga rakyat tidak apriori terhadap lembaga hukum di Negeri ini. “Meski pun yang dilaporkan itu adalah sosok Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, sebab tindakan dugaan penganiayaan dan pengancaman dengan menggunakan senjata api genggam tersebut bukan hanya mencoreng citra hukum di Republik ini, akan tetapi secara sosiologis mematikan otokritik pada setiap pemuda terhadap para pemimpinnya. Dan semestinya penegak hukum harus segera proaktif menyikapi kasus ini apalagi ini merupakan delik pidana murni,” kata Ilham kepada wartawan belum lama ini. Meski secara jujur harus kita akui bahwa tindakan sejumlah aktivis merobek proposal di hadapan Bupati Bima itu meru¬pakan suatu tindakan yang sifatnya sangat emosional, namun kata Ilham, agar citra hukum itu tetap terjaga semestinya aparat penegak hukum harus lebih proaktif me¬nangani masalah ini tanpa harus menunggu laporan resmi dari warga korban. “Dan penahanan saudara Ruslan (Ajudan Bupati Bima, red.) oleh aparat penegak hukum merupakan langkah maju yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Bima Kota. Namun, aparat kepolisian juga harus bisa menempatkan masalah secara proporsional sebab saudara Ruslan hanya-lah seorang ajudan yang bertugas memberi¬kan rasa aman kepada pimpinannya dan tindakannya yang melakukan pemukulan terhadap sejumlah aktivis Bima itu hanyalah bagian dari tugas dia sebagai seorang Ajudan Bupati. Akan tetapi, sikap Bupati yang emosional memberikan dampak besar terhadap munculnya sentimen kelompok pembela Bupati dalam melakukan pembe¬laan. Tindakan tersebut menjadi semacam perintah tidak tertulis dari Bupati yang akan secara signifikan mempengaruhi masyara¬kat secara psikis untuk takut melakukan perlawanan terhadap kebiasaan buruk para pemimpin,” sorot Ilham. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update