-->

Notification

×

Iklan

Kasus Flu Burung di Kabupaten Bima Merebak

Thursday, March 8, 2012 | Thursday, March 08, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-03-08T02:52:24Z
Bima, Garda Asakota.-
Wabah Flu Burung mulai menyerang ribuan ternak unggas di sejumlah Kecama¬tan Kabupaten Bima. Tampaknya, kasus ini belum tertangani dengan baik sejak mencuat pertama kalinya tahun 2007 lalu. Berdasar¬kan laporan warga di hampir semua wilayah Kecamatan Kabupaten Bima, menunjukkan bahwa wabah Flu Burung masih terus terjadi. Kadis Peternakan (Kadisnak) Kabupaten Bima, Ir. Baharuddin, mengakui akan merebaknya kasus tersebut.
Diakuinya, merebaknya kasus itu salah satunya dipicu karena tidak ketatnya lalu-lintas atau keluar masuknya unggas terutama ayam aduan yang dipasok dari berbagai daerah, baik yang datang dari wilayah Timur maupun dari wilayah Barat. “Masuknya ayam aduan ini, tidak diperiksa melalui
Karantina Hewan baik unggas jenis ayam aduan, ayam peliharaan maupun burung. Itu salah satu faktor juga, selain fak¬tor perubahan cuaca,” ungkapnya.
Meskipun belum menyerang unggas jenis ayam potong yang dikandangkan, wabah Flu Burung yang sempat mencuat tahun 2007 silam, sekarang muncul lagi dan menyerang ribuan ayam kampung milik warga masyarakat Kabupaten Bima. Tahun 2012, munculnya kasus Flu Burung ini, kata dia, pertama kali ditemukan di Kecamatan Soromandi, kemudian diikuti di Kecamatan Wawo, Madapangga, Woha, Belo, Bolo, Ambalawi, Donggo, Lambu, Sape, dan Palibelo. “Angka per kecamatannya tidak sampai ratusan, hanya puluhan ekor saja di beberapa areal desa setiap Kecamatan. Tapi, yang terbanyak di Woha, angkanya sampai 300-san ekor. Jadi totalnya, khusus di Kabu¬paten Bima sekitar 2.000 ekor ayam kam¬pung yang mati mendadak, diantaranya karena Flu Burung,” aku Baharuddin.
Sebagai instansi yang menangani aspek peternakan, Dinas Peternakan diakuinya telah melakukan langkah antisipasi. Disam¬ping melakukan sosialisasi keliling kecama¬tan, pihaknya juga menggiatkan upaya penyemprotan untuk mencegah merebaknya kasus tersebut, bahkan di Kecamatan Belo upaya penyemprotan dilakukan pada malam hari. “Setiap mencul kasus itu di wilayah kecamatan, kami langsung lakukan penyemprotan dan memberikan sosialisasi,” ucapnya. Ketika disinggung rencana ganti rugi atas derita yang dialami warga? Kadis¬nak mengakui pihaknya memiliki keterba¬tasan dana, bahkan obat-obatan penyempro¬tan yang dimiliki Disnak merupakan dro¬ping Pusat melalui Disnak Provinsi NTB.
“Namun untuk kedepan, kami sudah coba berikan telaahan kepada pak Bupati, untuk menghindari meluasnya kasus ini kita akan mendata ternak warga yang terindikasi Flu Burung. Bila terbukti, akan dimus¬nahkan dan diupayakan penggantinya. Setelah kami koordinasi, Bupati sangat meresponnya,” ucapnya.
Sementara itu, Ir. Syaifuddin, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masya¬rakat pada Disnak Kabupaten Bima mene¬gaskan bahwa pihaknya sangat merespon menyikapi kasus Flu Burung. “Begitu mendapat informasi merebaknya kasus Flu Burung, kami langsung turun lapangan dan melakukan penyemprotan. Kemudian unggas yang mati dibawa ke laboratorium untuk mengecek apakah unggas itu terserang tetelo atau Flu Burung. Ternyata, dari sekian banyak kasus itu, ada juga yang terserang Flu Burung,” jelasnya.
Seperti halnya penjelasan Kadis Peter¬nakan, Syaifuddin juga mengakui bahwa kasus Flu Burung berawal dari temuan matinya ayam kampung di Kecamatan Soro¬mandi secara mendadak. “Ayam itu sebe¬narnya ayam aduan berasal dari Desa Teke Kecamatan Palibelo, yang didatangkan dari Surabaya. Setelah dibawa ke Soromandi ayam itu mati mendadak dan positif Flu Burung. Nah, setelah kita lakukan pemus¬nahan, di Soromandi tidak ada lagi kasus serupa. Tapi justru, muncul lagi di Desa Tangga Madapangga, kita periksa, juga terserang Flu Burung juga,” katanya seraya menegaskan bahwa rata-rata kasus Flu Burung di Kabupaten Bima hanya menye¬rang ayam kampung milik warga.
“Sedangkan ayam potong yang dirawat dan dikandangkan secara memadai, sangat kecil kemungkinan dan hampir tidak ada. Justru yang terserang Flu Burung, rata-rata ayam kampung karena penanganannya tidak maksimal,” sambungnya.
Dirinya mengingatkan bahwa, sebenar¬nya wabah Flu Burung ini, tidak terlalu dikhawatirkan oleh warga masyarakat, karena sifat virus Flu-Burung yang gam¬pang mati. “Kena panas matahari sebentar saja, virusnya mati. Apalagi dagingnya direbus, maka aman untuk dikonsumsi. Hanya saja, yang membahayakan ketika ada bangkai ayam yang mati, tapi kita tidak mengetahui apakah ada virus Flu Burung-nya dan dibuang di tempat basah. Itu yang berbahaya, karena virus bisa bertahan sampai 30 hari,” tandasnya.
Tapi Alhamdulillah untuk kasus di Kabupaten Bima, setiap ada yang mati, kami langsung turun dan dilakukan pembakaran sebelum ditanam,” tandasnya. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update