-->

Notification

×

Iklan

Zainul Polisikan Bupati Bima

Wednesday, February 1, 2012 | Wednesday, February 01, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-02-01T02:42:33Z
Kota Bima, Garda Asakota.-
Tudingan Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain, yang menduga kentalnya nuansa politik dibalik insiden penolakan pertam¬bangan di Kecamatan Lambu, Sape, Lang¬gudu, bakal berbuntut panjang dan berdam¬pak hukum. Pasalnya, statemen resmi seorang kepala daerah dalam berbagai kesempatan itu, ditanggapi serius oleh sejumlah kontestan dalam Pilkada tahun 2010 lalu. Drs. H. Zainul Arifin,
Bupati Bima periode 2000-2005 misalnya, selain telah mengingatkan agar Bupati Bima tidak menyinggung-nyinggung orang lain karena kesalahan sendiri, juga telah melaporkan pernyataan Bupati Ferry itu ke Polresta Bima.
“Tuduhan keji ini diarah¬kan pada peserta Pemilukada kemarin, dimana dia menyebut dibalik aksi Pertambangan merupakan aksi yang dilakukan oleh pihak yang kalah pada Pemilukada lalu. Makanya, kami secara resmi telah melaporkan Bupati Bima kepada pihak Kepolisian atas pencemaran nama baik, dan ini bisa dibuktikan melalui bukti rekaman video sewaktu dia memimpin di setiap acara,” beber Zainul kepada sejumlah wartawan usai melaporkan Bupati Bima di Polresta, Rabu (25/1).
Pria yang kerap disapa Abuya ini justeru menilai dibalik peristiwa kekerasan di Kabupaten Bima dipicu ulah Bupati Bima melalui kebijakannya yang telah menge¬luarkan SK 188/2010 tentang pertam¬bangan. Hal ini didukung oleh temuan dan rekomendasi Komnas HAM yang menyebut peristiwa kekerasan di Kabupaten Bima akar masalahnya SK Bupati Bima tentang pertambangan itu. Tentu saja atas tudingan Bupati Bima yang dinilainya tidak mendasar itu, membuat suasana Kabupaten Bima bertambah tidak kondusif.
“Saya sangat menyesalkan pernyataan Bupati Bima bahwa kami (orang yang tidak puas saat Pilkada, red) sebagai provokator,” ucapnya. Sebaliknya, kata dia, sebagai mantan Bupati Bima yang pernah menge¬luar¬kan ijin pertambangan, dirinya adalah orang yang pro tambang, sementara masya-rakat yang demo saat ini adalah masyarakat yang anti tambang.
“Makanya hari ini kami menuntu lewat jalur hukum dan melapor Bupati Bima atas pencemaran nama baik dan meminta kepada pihak Kepolisian agar segera menyikapi dan mengambil sikap,” pintanya didampingi dua Penasehat Hukum (PH)-nya, Sulaiman MT, SH dan M. Kaffani, SH.
Sebagai orang yang pro tambang dirinya tidak mungkin ikut memanas-manasi situasi Lambu. “Apalagi baru-baru ini saya pernah dipanggil oleh Kapolda NTB, Brigjend (Pol) Arief Wachyunadi, untuk membicarakan solusi masalah pertambangan di Kecamatan Lambu. Setelah bertemu dengan Kapolda NTB, saya mencoba mengkomunikasikan dengan warga Lambu yang saya kenal, namun justeru mereka tetap pada komitmen agar SK 188/2010 itu dicabut.
Adapun pihak yang menamakan institusi apapun mereka tetap menolak, dan menuntut warga yang ditahan segera dibebaskan,” tuturnya. Bahkan sambungnya, saat massa menduduki kawasan Pelabuhan Sape, dirinya pernah meminta kepada masyarakat Lambu untuk tidak menduduki Pelabuhan yang merupakan tempat vital dalam melanjutkan roda perekonomian di dua wilayah tersebut. “Namun karena keinginan mereka tetap pada SK 188 dicabut, jadi saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena itu adalah hak mereka,” tambahnya.
Menurutnya, peristiwa Lambu sebenar¬nya masih bisa diatasi apabila, Bupati Bima turun kembali ke Kecamatan Lambu untuk melihat dan berbicara langsung dengan masyarakatnya sekaligus melihat aspirasi¬nya. “Bukankah dia dipilih rakyat, jadi dia harus memikirkan nasib rakyatnya. Namun justeru hingga saat ini (Rabu, 25/1) Bupati Bima belum juga turun ke lokasi dan melihat langsung kondisi masyarakatnya, bukan justeru menghindar,” cetusnya.
Ditambahkannya bahwa, masyarakat Bima pada dasarnya adalah masyarakat yang taat dan patuh terhadap aturan. “Masyarakat Bima bisa dibujuk, namun harus Bupatinya langsung turun dan melihat dan mendengarkan aspirasi rakyat yang telah memilihnya. Karena masyarakat Bima bisa didekati dari berbagi aspek seperti pendekatan kultural, budaya maupun secara agama, sehingga permasalahan bisa diatasi.
Namun saya juga menghimbau pula dan mempunyai harapan bahwa masalah Lambu ini bisa cepat terselesaikan agar situsai kembali kondusif dan aman, dan masyarakat dapat menahan diri agar tidak adanya jatuh korban lagi. Karena setiap masalah ini akan ada jalan keluar jika kita mau bermusya¬warah dan Pemda tidak boleh melepas tangan,” harapnya saat itu.
Menanggapi laporan mantan Bupati Bima, Zainul Arifin, dan kawan-kawan, Kapolres Bima Kota, AKBP. Kumbul KS, SIk, mengakui pihaknya sudah menerima pengaduan Zainul dkk. Guna melakukan penyelidikan, pihaknya selanjutnya akan memeriksa saksi-saksi melalui tahapan. “Dalam upaya pengungkapan masalah ini akan kita upayakan secara maksimal,” janji Kapolres Bima Kota.
Sebagaimana dilansir Garda Asakota edisi 16 Januari 2012, kuatnya gempuran masyarakat Lambu Kabupaten Bima yang secara tegas menolak hadirnya pertam¬bangan emas di wilayah mereka, rupanya masih diragukan oleh Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain, sebagai gerakan yang lahir atas dorongan hati nurani masyarakat.
Hal ini bisa dilihat dari setiap pernyataan yang dilontarkannya pada bebeberapa kesempatan. Setelah mengungkapkannya di hadapan rombongan Gubernur NTB Jumat 6 Januari lalu, Bupati Ferry kembali mencu¬rigai kentalnya nuansa politik dibalik insiden penolakan pertambangan di Kecamatan Lambu. Saat menghadiri acara penyerahan SK PNS kepada 511 orang CPNSD formasi tahun 2009 di gedung Paruga Nae Woha, Rabu (11/1), justru pria yang juga Jenateke Kesultanan Bima ini mengkalkulasikan prosentase antara gerakan murni dan nuansa politis dibalik aksi penolakan tambang yang telah merenggut tiga warganya itu.
“Muatan aksi penolakan pertambangan hanya 10 persen saja, selebihnya 90 persen paling banyak akibat efek Pilkada. Orang-orang yang tidak puas, tapi jalan dan pintu masuknya tambang. Kita tahulah siapa-siapa yang bermain di dalamnya,” ungkap¬nya meyakinkan tanpa menyebut secara jelas siapa saja pihak yang dimaksudkannya itu. Bahkan di hadapan ratusan PNS baru itu, Bupati secara lugas mengungkap kebe¬radaan Korlap Aksi Anti Pertambangan, Hasanuddin, sebagai seorang residivis yang masuk DPO Polda NTB.
“Dulu, dia itu pegawainya H. Najib waktu mengelola Sarang Burung Walet (SBW), (maksudnya, Drs. HM. Najib HM. Ali, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima sekarang, yang juga calon Bupati Bima da¬lam ajang Pilkada 2010, red). Dia (Hasa¬nuddin) seorang residivis, ke Timur di Kabupaten Lembata melakukan pencurian hingga menjadi DPO Polda NTB,” akunya.

Sedikitnya 30 orang Warga, Juga Laporkan SMS yang Meresahkan
Di lain pihak, sedikitnya 30 orang warga mendatangi Polresta Bima Kota untuk melaporkan tuduhan sebagai provokator dibalik aksi pertambangan emas di Sape, Lambu, dan Langgudu, yang disebarkan melalui SMS oleh pemilik nomor yang tidak dikenal. Pengaduan ini terpaksa ditempuh, mengingat nama-nama yang disebutkan dalam SMS itu bukan warga biasa.
Selain mendudukkan nama mantan Bupati Bima, Drs. H. Zainul Arifin, sebagai provokator di nomor urut satu, juga menye¬but sederat nama tokoh penting lainnya diantaranya, H. Najib HM. Ali (Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima), H. Mustahid (anggota DPRD), Abdullah Kalate, Yusuf Ismail, Aminullah (mantan anggota DPRD), Ismail Abbas, SH, Drs. Arif Sukirman, MH (dosen STISIP), Kamaluddin, Muhklis Abdullah, SH, Delian Lubis, Firdaus Tala¬biu, Irul Wera, Agil Wera, Jhon Ali, Kades Rabakodo, Kades Woro, Kades Bontokape, Kades Nggelu, Jego Talabiu, Berry, Ncuhi Ngali, dan Rusdy Ngali.
Salah satu tokoh yang dituding sebagai provokator dibalik aksi pengacau daerah, Drs. Arif Sukirman, MH, kepada sejumlah wartawan mengungkapkan SMS yang masuk di handphone pihaknya berisi kalimat yang bernada hujatan dan makian serta menuding pihaknya sebagai biang provokator berbagai insiden yang terjadi.
“Dengan adanya SMS ini maka kita melaporkan kepada pihak kepolisian untuk segera megambil langkah dan mengusut tuntas siapa dibalik ini semua, sehingga oknum yang tidak bertanggung jawab ini bisa diadili dan tentunya bisa memper¬tanggung-jawabkan apa yang ia tulis. Karena apa yang dilakukan ini merupakan sebuah terror dan SMS ini membuat kami terpukul,” akunya.
Sebagai seorang tokoh senior akademisi dan tokoh senior pergerakan di Bima, pria yang kerap disapa Dae Moa ini, mengaku sangat terpukul begitu membaca isi SMS tersebut, apalagi dikatakan dirinya sebagai salah satu tokoh biadab. “Padahal selama ini, saya selalu menjaga hubungan baik dengan pejabat. Apalagi saya sebagai Ketua Forum Kewaspadaan Dini Kabupaten Bima, meskipun tidak pernah dikasih anggaran,” cetusnya. Dia kemudian menghimbau pemilik nomor yang mengedarkan SMS ini untuk segera menampakkan diri. “Dan jangan menjadi pengecut dan bersembunyi dibelakang layar, di tempat manapun, baik di Kota Bima, Kabupaten Bima, Kampus atau bahkan di rimba sekalipun kami siap,” tantangnya. Ketika disinggung insiden Lambu, Dosen senior STISIP Mbojo ini hanya menyatakan bahwa masalah Lambu akan damai jika pemerintah daerah mau mengikuti keinginan rakyat, dan bukannya menghindar dari rakyat. Sementara itu, menanggapi laporan 30 orang warga ini, Kapolres Bima Kota, AKBP. Kumbul KS, SIk, juga berjanji akan menyelidikinya secara tuntas. “Tentunya kita telah mem¬punyai tenaga ahli yang akan kita libatkan, dan untuk saksinya kita akan ambil semua kesaksian. Kami akan mengusutnya secara tuntas,” janjinya singkat. (GA. 334*)
×
Berita Terbaru Update