-->

Notification

×

Iklan

Dana KP3S Rp1,7 M Diduga Diselewengkan (foto)

Wednesday, February 29, 2012 | Wednesday, February 29, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-02-29T07:27:36Z
Berkas PPS ditolak Mendagri

Mataram, Garda Asakota.-
Niat masyarakat Pulau Sumbawa untuk memisahkan diri dari Provinsi NTB dan mem¬bentuk Provinsi tersendiri akhirnya harus menemui kegagalan ketika berkas usulan pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) ditolak oleh Kementerian Dalam Negeri untuk diteruskan ke Presiden RI. Padahal, untuk melengkapi segala dokumen yang dibutuhkan
dalam kerangka melengkapi berkas usulan PPS tersebut, Pemerintah Provinsi NTB melalui Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi, telah mengucurkan dana sebesar Rp1,7 Milyar kepada KP3S Mataram beberapa waktu lalu. “Namun kenyataannya berkasnya belum lengkap. Dokumen yang diserahkan kepada DPD RI merupakan berkas lama,” cetus anggota DPD RI asal NTB, Irjen Pol (Purn) Farouk Muhammad, kepada wartawan belum lama ini.
Terang saja, penolakan berkas usulan PPS oleh Kemendagri RI ini menuai banyak pertanyaan terhadap keberadaan lembaga KP3S Mataram yang diamanahkan untuk melakukan kerja-kerja adminstratif dalam kerangka melengkapi berkas yang dibu¬tuhkan untuk memenuhi syarat pembentu¬kan Provinsi Baru sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dikemanakan dan dipergunakan untuk apa dana hibah Pemprov sebesar Rp1,7 M tersebut. Parahnya lagi, pintu masuk melalui Komisi II DPR RI pun tidak mampu ditembus oleh KP3S.
“Ternyata usulan melalui Komisi II DPR pun belum berhasil masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2012,” ujar Farouk Muhammad.
Sebagaiamana diketahui, upaya pemben¬tukan Provinsi Pulau Sumbawa ini dipra¬karsai oleh Komite Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP3S) dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pem¬bentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang diundangkan tanggal 10 Desember 2007. PP tersebut mensyaratkan banyak hal yang harus dipenuhi dalam proses pembentukan daerah otonom baru itu. PP 78/2007 tersebut juga menyempurna¬kan proses pembentukan otonomi daerah dan menempatkan proses pemekaran daerah pada jalur yang benar sesuai koridor Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Syarat kelengkapan pembentukan PPS itu yakni adanya persetujuan untuk melepas Kabupaten Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Bima dan Kota Bima, menjadi cakupan wilayah calon PPS. Selanjutnya adalah menyetujui nama calon provinsi yang akan dibentuk yakni Provinsi Pulau Sum¬bawa, dan menyetujui lokasi calon ibukota PPS yang bertempat di Sumbawa Besar, ibukota Kabupaten Sumbawa. Berkas lain¬nya yakni menyetujui pemberian hibah untuk penyelenggaraan pemerintahan calon PPS dalam jangka waktu dua tahun bertu¬rut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom, yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Selanjutnya, berkas persetujuan pengalo¬kasian pembiayaan untuk penyelenggaraan pemerintahan calon PPS untuk jangka waktu sampai dengan disahkannya APBD PPS, dan menyetujui penyerahan kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai berupa barang bergerak dan tidak bergerak, per¬sonil, dokumen dan hutang piutang provinsi, yang akan dimanfaatkan oleh calon PPS. Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi, mengeluarkan rekomendasi persetujuan pembentukan PPS ini sejak 8 Maret 2011 lalu. Bahkan Gubernur NTB menghibahkan dana sebesar Rp1,7 M untuk memuluskan langkah KP3S dalam memperjuangkan terbentuknya PPS.
Namun diduga KP3S sendiri dinilai tidak bersikap transparan terhadap penggunaan dana ini. Sejumlah pihak meminta agar Gubernur NTB dan lembaga terkait melakukan audit terhadap penggunaan dana milyaran rupiah tersebut serta memproses secara hukum jika dalam proses audit tersebut diketahui dana tersebut diseleweng¬kan untuk kepentingan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. “Ya memang harus begitu, semua lembaga penerima dana hibah harus diaudit dan ada tindaklanjutnya dari hasil audit tersebut,” Cetus Wagub NTB, H. Badrul Munir, kepada wartawan. Wagub NTB menegaskan bahwa penggunaan dana hibah harus disesuaikan dengan proposal yang diajukan penerima dana tersebut.
Dan pada proposal itu dicantumkan jenis kegiatan dan kebutuhan anggaran serta sasaran yang hendak dicapai sehingga saat pemeriksaan dilakukan akan dicocokkan pemanfaatan dana itu dengan jenis kegiatan dalam proposal. Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Inspektorat NTB terhadap penggunaan dana Rp1,7 M tersebut, maka Inspektorat menyimpulkan adanya dugaan penyimpangan.
Awal Februari lalu, Inspektorat Provinsi NTB mengungkapkan temuan dugaan penyimpangan dana hibah yang dikelola KP3S, dalam serangkaian pemeriksaan sesuai surat tugas No.SPT/216/INSP/2011 tertanggal 9 Desember 2011. Inspektorat NTB yang dipimpin H Chairul Mahsul SH MH, menemukan tiga hal pokok kegiatan KP3S yang terindikasi tidak sesuai prosedur atau menyimpang, yakni menyangkut struktur organisasi, pelaksanaan program kegiatan serta pertanggungjawaban keuangan dana hibah yang terindikasi tidak sesuai dengan nota perjanjian hibah antara Pemprov NTB selaku pemberi hibah dan KP3S selaku penerima. Mengenai struktur organisasi, tim inspektorat menemukan susunan pengurus KP3S Mataram tidak sesuai dengan Anggaran Dasar (AD).
Dalam AD KP3S Mataram yang telah dibukukan dan didaftarkan di Notaris Muhammad Ali SH MKn No.32/B/X/2009 tanggal 14 Oktober 2009, disebutkan bahwa Badan Pengurus KP3S terdiri dari Ketua Umum Hj Siti Maryam R Salahudin SH, Ketua Harian Agusfian Wahab SH, Wakil Ketua Ir Umar AR SU, Sekretaris Salim HS SH MS dan Bendahara Abdullah SH.
Namun, ditemukan kepengurusan KP3S Mataram telah berubah beberapa kali, pada¬hal tidak ada dalam AD/ART yang mengatur perubahan struktur kepengurusan itu, sehingga dianggap tidak sesuai dengan AD KP3S. Tim Inspektorat NTB kemudian menyimpulkan KP3S melanggar AD yang mengakibatkan kegiatan operasional KP3S tidak berjalan sesuai dengan yang diharap¬kan. Mengenai pelaksanaan program kegiatan, inspektorat menemukan sedikitnya sembilan kegiatan yang tidak tercantum dalam proposal yang diajukan, sehinggga dikategori menyimpang, dan diperkirakan mengakibatkan pengeluaran yang tidak semestinya sebesar Rp303,62 juta.
Tim inspektorat, juga mengklasifikasi KP3S melanggar Peraturan Gubernur NTB Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial dan Batuan Keuangan Pemprov NTB. Sedang¬kan permasalahan menyangkut pertanggungjawaban keuangan dana hibah, ditemukan indikasi Bendahara KP3S Mataram tidak membuat buku kas umum, sehingga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Selain itu, terdapat sisa dana yang tidak terpakai per tanggal 31 Desember 2011 sebesar Rp132,57 juta lebih yang belum disetor ke kas daerah, dan terdapat dana hibah tahap I dan II yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp123,25 juta lebih, karena tidak didukung bukti pengeluaran. Dalam pertanggungjawab keuangan dana hibah itu, inspektorat juga menemukan pembayaran kegiatan yang tumpang tindih, kelebihan pembayaran lumpsum, pembayaran honor yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, serta penggunaan dana untuk perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Untuk anggaran perjalanan dinas, tim inspektorat menemukan sedikitnya 49 perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan ketentuan, yang terindikasi merugikan daerah sekitar Rp 76,64 juta. Pengeluaran dana perjalanan dinas luar daerah lainnya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa “boarding pass” sebesar Rp115,4 juta. Tim inspektorat juga menemukan ketidakwajaran pembayaran TOR kegiatan sebesar Rp10 juta, ketidakwajaran pengeluaran biaya penyusunan substansi undangan, kemudian pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp151,43 juta lebih. Juga pemberian honor kepada bukan badan pengurus KP3S Mataram sebesar Rp29,4 juta. Hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat NTB terhadap penggunaan dana hibah sebesar Rp1,7 M ini mencengangkan semua pihak. Wajar jika sasaran perjuangan PPS ini gagal diwujudkan akibat dari tidak becusnya KP3S dalam melaksanakan amanah yang diembannya, khususnya dalam mengguna¬kan dana sebesar Rp1,7 M ini untuk melengkapi berkas yang dibutuhkan dalam pemenuhan usulan pembentukan PPS.
Sekertaris BPD Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Provinsi NTB, Kusnaini, SH., menegaskan dugaan penyimpangan sebagaimana hasil audit Inspektorat NTB sangat memprihatinkan semua pihak. Hal ini tentu saja akan berdampak secara hukum serta menciderai perasaan dan suasana kebatinan seluruh masyarakat NTB, khususnya masyarakat Pulau Sumbawa. Selain itu, jika dugaan penyimpangan ini benar adanya, maka hal ini akan menjadi preseden yang sangat buruk kedepannya. Apalagi, orang-orang yang berada didalam struktur kepengurusan KP3S merupakan figure-figur terbaik yang diharapkan mampu memberikan contoh dan teladan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Pulau Sumbawa.
Lembaga ini pun berharap kepada seluruh pejuang perubahan, pejuang demokrasi dan kepada semua pihak agar dapat mengawal jalannya proses penuntasan kasus ini sebab jika dibiarkan, maka tentu akan menjadi praktik yang berulang dan dianggap sebagai sebuah hal yang biasa adanya. “Tidak hanya terhadap penggunaan dana hibah sebesar Rp1,7 M ini. Akan tetapi juga pada penggunaan dana-dana APBD lainnya,” cetus Kusnaini pada wartawan.
Pengungkapan dan penindakan secara transparan oleh lembaga-lembaga hukum seperti KPK, Kejaksaan Tinggi, dan Polda NTB terhadap adanya dugaan penyele¬wengan dana ini pun diharapkan dapat dilakukan sesegera mungkin sebagaimana hasil yang telah ditemukan oleh Inspektorat NTB. Tidak hanya itu, temuan inspektorat NTB ini pun berimplikasi terhadap muncul¬nya penyuaraan untuk segera melakukan perombakan total terhadap kepengurusan KP3S yang teridentifikasi terlibat dalam dugaan tindak penyelewengan dana Rp1,7 M. “Apalagi hasil kerja yang diperlihatkan KP3S saat sekarang ini sangat mengecewa¬kan dengan gagalnya usulan pembentukan PPS baik oleh Kemendagri maupun dalam agenda Prolegnas 2012,” cetus salah seorang aktivis lainnya.
Lalu apa sikap Kejaksaan Tinggi menyikapi munculnya dugaan penyele¬wengan dana hibah KP3S sebesar Rp1,7 M ini?, melalui Kasi Penkum Kejati NTB, Sugiyanta, SH., pihak Kejati NTB menegas¬kan telah mengetahui adanya dugaan penyelewengan dalam penggunaan dana hibah Pemprov NTB oleh KP3S sebesar Rp1,7 M ini. Kejati NTB akan melakukan upaya untuk mengumpulkan bukti-bukti awal terkait dengan adanya dugaan penye¬lewengan dananya. “Data-data terkait dengan hal itu saat sekarang ini sedang kita kum¬pulkan,” tegas Sugiyanta kepada wartawan.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Harian KP3S Mataram, Agusfian Wahab, SH., yang dikonfirmasi wartawan mengaku tidak bisa memberikan klarifikasinya terkait dengan hal ini karena kondisi kesehatannya yang terganggu. “Saya sedang sakit seka¬rang ini, coba hubungi pak Abdullah, SH., (Wakil Ketua KP3S), untuk menjelaskan terkait dengan persoalan ini,” kata Agusfian Wahab. Saat wartawan menghubungi Abdullah, SH., Wakil Ketua KP3S sebagai¬mana arahan Ketua KP3S, untuk menda¬patkan klarifikasi terkait dengan munculnya dugaan penyelewengan dana sebesar Rp1,7 M ini, Abdullah justru mengaku tidak mengetahui persis terkait dengan mencuatnya masalah ini. Pihaknya justru meminta wartawan menghubungi pengurus KP3S lainnya. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update