-->

Notification

×

Iklan

Komnas HAM Minta Pelaku Kekerasan di Bima Dihukum Pidana

Tuesday, January 17, 2012 | Tuesday, January 17, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-01-17T00:40:54Z
Jakarta, Garda Asakota.-
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya pelanggaran HAM yang dilakukan polisi saat menangani aksi warga di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berdasarkan hasil investigasi yang sudah dilakukan Komnas HAM, polisi diminta menindaklanjuti dan bertindak tegas terhadap anggotanya yang terbukti melakukan kesalahan. “Ada perlakuan tidak manusiawi, kita minta diproses secara hukum. Bisa dengan KUHP karena ada yang tertembak,” ujar Ketua
Komnas HAM Ifdal Kasim saat dihu¬bungi detikcom, baru-baru ini. “Komnas HAM inginkan pertanggungjawaban secara pidana. Jangan berhenti sampai pelanggaran disiplin, pelaku penembakan harus diusut,” tambahnya. Menurut Ifdal, indikasi adanya pelanggaran HAM di Bima karena adanya korban tewas dalam kejadian itu. Ditambah adanya korban luka-luka akibat ulah brutal dari aparat kepolisian.
“Telah terjadi pelang¬garan hak asasi untuk hidup. Tindakan penganiayaan juga terjadi, ada yang dipukul, diinjak,” kata Ifdal. Sampai saat ini kata Ifdal, polisi belum menemukan pelaku penembakan karena masih memastikan jenis peluru yang mene¬waskan warga. Komnas HAM terus mendo¬rong agar polisi dapat segera mengungkap pelaku penembakan itu. “Polisi belum bisa memastikan peluru itu, saat ini masih dilakukan investigasi,” imbuhnya.
Ifdal berjanji akan terus mengawal kasus di Bima hingga tuntas. Komnas HAM lanjutnya, juga meminta kepada Kompolnas agar aktif melakukan pengawasan dalam penyelidikan kasus di Bima oleh Polri. “Kita akan terus mengawasi kasus ini bersama Kompolnas,” tandasnya. Polri telah mene¬tap¬kan 5 tersangka dari pihak kepolisian terkait bentrokan berdarah di Bima. Dalam sidang disiplin yang digelar Polda NTB Kamis pagi hingga malam kemarin, 5 personel tersebut dinyatakan terbukti melanggar prosedur tetap kepolisian dan memukul warga dengan popor senjata, saat polisi membuka paksa blokade Pelabuhan Sape, Bima, NTB, yang menewaskan dua orang. Lima personel polisi itu dinilai melanggar Peraturan Pemerintah No 2/2003 tentang Disiplin Anggota Polri, pasal 3 huruf g dan pasal 5 huruf a. Mereka dituntut mendapat teguran tertulis, penundaan menjalani pendidikan selama enam bulan dan dikurung selama tujuh hari.
Sementara itu, pria yang juga Komisioner Komnas HAM sekaligus Ketua Tim Investigasi Bima ini, membantah joint investigation antara pihaknya dengan Polri sebagai kerjasama dengan Polri. Istilah itu dipakai, kata dia, hanya untuk membuktikan adanya penembakan di pelabuhan Sape, Bima yang menewaskan tiga warga. “Sebenarnya joint investigasi tidak ada dalam arti menginvestigasi ulang bentrokan di Bima terkait penembakan yang menewas¬kan warga Bima. Tapi yang ada Komnas HAM diminta membuktikan terkait investigasi penembakan yang dilakukan oleh oknum polisi,” jelas Ridha di Imparsial, Jakarta, baru-baru ini.
Ridha membantah jika istilah yang disebutkan di atas diinterpretasikan sebagai investigasi ulang untuk mengetahui kebe¬naran adanya korban tewas akibat bentrok, baik itu penembakan ataupun kekerasan oleh aparat polisi. Dia juga menjelaskan ada dua hal yang perlu dibuktikan Polri dan Komnas HAM. Pertama, mengenai peluru yang hingga saat ini polisi tidak menyampaikan pernah ditemukannya proyektil peluru dan hanya ada serpihan peluru. “Sampai saat ini polisi tidak pernah menemukan proyektil peluru. Inilah yang menjadi hal yang harus diusut sesegera mungkin. Polri akan membuktikannya secara scientific dan Komnas HAM diminta terlibat dalam pembuktian itu,” tuturnya.
Kedua, adalah untuk membuktikan apakah korban bernama Syarifuddin (46), meninggal karena sakit perut. “Apapun penyebab meninggalnya harus dibuktikan secara jelas, karena kami menegaskan itu adalah buntut kekerasan dari bentrok Bima dan bukan sekadar sakit perut. Langkah autopsi tidak dapat dilakukan karena tidak diizinkan oleh pihak adat,” jelasnya. Ridha menambahkan, Polri tidak perlu berpolemik dengan adanya korban tewas. “Kalau memang hanya punya laporan dua orang, ya bilang saja demikian. Tapi kita tetap pada pendirian bahwa korban tewas ada tiga termasuk Syarifuddin,” tandasnya.
Ketua Tim Investigasi Komnas HAM di Bima ini juga menyatakan jika lembaga nasional HAM tersebut hanya melihat fakta kejadian bentrok di Bima.
Namun belum melihat adanya konteks politik atau sosiologisnya. “Setiap peristiwa bentrok memang selalu ada muatan politis ataupun sosiogisnya dan inilah yang masih didalami,” simpulnya. Ridha menyarankan seharusnya Kapolri jangan sampai dibohongi oleh aparatnya di lapangan yang tidak terbuka dengan kejadian bentrok di Bima. (okezone.com/detiknewsc*)
×
Berita Terbaru Update