-->

Notification

×

Iklan

KOMMIK Gedor Kejati NTB Desak Bupati Dompu Diperiksa

Tuesday, January 17, 2012 | Tuesday, January 17, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-01-17T00:15:06Z
Mataram, Garda Asakota.-
Belum tuntas penyelesaian hukum soal transfer dana sebesar Rp1 Milyar yang diduga mengalir ke rekening pribadi Bupati Dompu beberapa waktu lalu berdasarkan temuan PPATK dan disuarakan oleh Front Rakyat (FR) NTB, kini Komunitas Masya¬rakat Miskin Kota (KOMMIK) Kabupaten Dompu menggedor kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dan meminta Kejati NTB agar segera menyikapi dan memeriksa Bupati Dompu, H. Bambang M. Yasin, terkait dengan sejumlah penggunaan dana yang dilaporkan ke institusi penegak hukum tersebut,
pada Rabu (11/01) lalu.
Menurut Presidium KOMMIK, Dedy Kusnadi, SE., sejumlah penggunaan dana yang dilaporkan ke institusi penegak hukum itu yakni penggunaan dana APBD II TA. 2010/2011 di lingkup Setda Kabupaten Dompu, dana renovasi dan rehabilitasi rumah jabatan Bupati dan Wakil Bupati Dompu, dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (DPPID) sebesar Rp13,5 Milyar, serta dana pengadaan alat-alat Kesehatan di Lingkup Dikes Kabupaten Dompu TA. 2011 sebesar Rp20 Milyar yang bersumber dari dana APBN. “Terkait dengan sejumlah penggunaan dana ini, kami meminta agar institusi penegak hukum segera memanggil dan memeriksa Bupati Dompu dan pihak-pihak yang berkompeten dengan persoalan tersebut untuk dimintai keterangan,” tegas Dedy Kusnadi.
Dibeberkannya, untuk penggunaan dana APBD II TA. 2010/2011 di lingkup Setda Kabupaten Dompu bahwa berdasarkan KUA PPAS yang sudah disahkan menjadi APBD 2011 dimana alokasi anggaran untuk Setda Kabupaten Dompu adalah sebesar Rp. 7.256.860.000.- yang diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan antara lain penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik sebesar Rp. 619.000.000.-, penyediaan makan dan minum sebesar Rp. 2.127.320.¬000.-, rapat-rapat koordinasi dan konsultasi dalam dan luar negeri sebesar Rp. 2.200.¬000.000.-, pemeliharaan rutin/belanja rumah jabatan sebesar Rp. 464.020.000.-, pemeliharaan rutin/berkala kendaraan dinas/operasional sebesar Rp. 591.800.000.-, serta penyusunan rencana pembinaan karir PNS sebesar Rp. 1.254.720.000.-. Namun pada tingkat implementasi diduga terjadi hal-hal diluar ketentuan, dimana Bendahara Setda Kabupaten Dompu melakukan utang pada rentenir untuk membiayai kegiatan itu hingga mencapai angka sebesar Rp6 Milyar dengan alasan untuk membiayai operasional kegiatan-kegiatan di Lingkup Setda Dompu dengan modus operandi Bendahara Setda Kabupaten Dompu meminta pinjaman kepada pihak ketiga (rentenir) dengan bunga bervariasi lima hingga sepuluh persen dan menandatangani kuitansi pinjaman itu dengan stempel Pemda Dompu serta menge¬tahui Asisten III setda Dompu selaku KPA. Padahal untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut Pemkab Dompu telah mengalo¬kasikan anggaran sebesar Rp7 Milyar lebih, pertanyaannya dikemanakan uang tersebut jika kemudian Pemkab harus berhutang lagi sebesar Rp6 M,” bebernya.
Adapun nama-nama pemilik uang tempat dipinjamkannya uang oleh Bendahara Setda Dompu itu yakni Syaiful Bahri, S. Pd., dengan alamat Desa Sarisakolo Lingkungan Saleko dengan besar pinjaman Rp. 215.¬000.¬000.-, Nasir H. Ibnu dengan alamat Lingkungan Renda Kelurahan Simpasai dengan besar pinjaman Rp. 70 juta, Ratna dengan alamat Lingkungan Renda Kelurahan Simpasai dengan besar pinjaman sebesar Rp30 juta. Menurut Dedy Kusnadi, semestinya jika itu menyangkut utang resmi daerah, maka harusnya tergambar dalam anatomi APBD sebagai satu kesatuan dari konstruksi dan konfigurasi APBD itu sendiri yang terdiri dari Pendapatan, Pembelanjaan dan Pembiayaan. Kalaupun defisit, katanya, ada persentasenya yaitu sebesar enam (6) persen. Kententuan ini, menurutnya, diatur melalui Permen Keuangan Nomor 127/PMK.07/2011. Begitu juga batas komulatif pinjaman daerah sebesar 0,35 persen dari proyeksi PDB sebagaimana diatur dalam Pasal 7 PP No 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD. “Oleh karenanya, kami minta agar institusi penegak hukum segera memanggil dan memeriksa Bupati Dompu selaku penanggungjawab Umum Keuangan Daerah, Sekda Kabupaten Dompu selaku Ketua Tim Pengendali Keuangan Daerah, dan Kepala PPKAD selaku Koordinator Penggunaan Keuangan Daerah terkait dengan persoalan ini,” tegas Dedi yang saat itu didampingi oleh dua (2) rekan lainnya yakni Alamsyah, SE., dan MF. Yoeniarto.
Dana lainnya yang dilaporkan yakni penggunaan dana renovasi dan rehabilitasi rumah jabatan Bupati dan Wakil Bupati Dompu. Menurut Dedi, pekerjaan ini dikerjakan terlebih dahulu walaupun tidak termuat dalam RASK APBD 2011. “Na¬mun, akibat dari permintaan Bupati terpaksa item-item pekerjaan itu tetap dilaksanakan walaupun tanpa dasar hukum seperti tidak adanya kontrak kerja yang jelas atau SPK. Apa yang dilakukan oleh rekanan tersebut sama halnya dengan system voor vinance sharing dan untuk pembayaran pekerjaan tersebut baru diusulkan pada APBDP. Oleh karenanya kami meminta agar institusi penegak hukum segera memanggil dan memeriksa kontraktor pelaksana kegiatan, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Bagian Umum Setda Kabupaten Dompu, dan Kabag Umum Setda Dompu,” tegasnya.
Bupati Dompu juga dipertanyakan ter¬kait dengan penggunaan dana percepatan pembangunan infra struktur daerah (DPPID) sebesar Rp13,5 Milyar. Menurut Dedy, pada awalnya, merujuk surat Bupati Dompu Nomor 415/84/Rsu-Program/2011 perihal dana APBNP Kesehatan yang dituju¬kan kepada Dirjen Anggaran Departemen Keuangan Negara mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan dana dari APBNP Kesehatan tahun 2011 sebesar Rp13, 8 Milyar lebih yang diperuntukkan untuk peningkatan status RSUD Dompu dari Tipe C ke Tipe B dan disetujui oleh panitia Banggar DPR RI serta Menkeu RI lewat PMK Nomor 140/PMK-07/2011.
“Namun, pada tingkat pelaksanaannya oleh Pemerintah Dompu, dana yang sudah jelas-jelas peruntukannya tersebut dialihkan ke Dikes Kabupaten Dompu sebesar Rp10 Milyar, sedangkan RSUD Dompu hanya disisakan sebesar Rp3,5 Milyar, padahal Dikes Kabupaten Dompu sudah mendapat¬kan bantuan yang sama sebesar Rp20 Milyar lewat APBNP 2011. Ironisnya lagi dana Rp10 Milyar ini di¬bagi-bagi menjadi 78 paket pekerjaan dengan nilai kisaran Rp52 juta sampai dengan Rp100 juta untuk menghindari tender dan ditingkat peren¬canaanpun terin¬dikasi adanya volume pekerjaan yang tidak sesuai anggaran. Oleh karena itu kami meminta institusi penegak hukum untuk segera memanggil dan memeriksa Bupati Dompu, Kepala Dinas PPKAD, Kepala RSUD, Kepala Dikes, Panggar DPRD, dan seluruh rekanan yang mendapatkan pekerjaan dana DPPID tersebut,” pintanya Dedy.
Hal lain yang dilaporkan adalah pengadaan alat-alat kesehatan di Lingkup Dikes Kabupaten Dompu TA 2011 sebesar Rp20 Milyar yang bersumber dari APBNP. Menurut KOMMIK, tender pekerjaan ini diduga tidak dilakukan secara transparan dan anggarannya tidak dilaporkan ke DPRD Dompu dan tidak tertuang dalam APBDP Kabupaten Dompu 2011 yang seharusnya seluruh dana bantuan yang bersumber dari dana APBN maupun APBNP sebelum diketok dan dilaksanakan harus tertuang dalam APBD maupun APBDP seseuai dengan KEPMEN Nomor 59 tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang dirubah dengan KEPMEN Nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua PERMEN¬DAGRI Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Selain itu, KOMMIK juga melaporkan terkait dengan pengadaan buku dan alat peraga pada program DAK di Dinas Dikpora Kabupaten Dompu. Menurut Dedy, pada tahun 2010 Pemkab Dompu mendapat bantuan alokasi dana dari Departemen Pendidikan Nasional dalam program DAK berupa pengadaan buku dan alat peraga untuk SD dan Sekolah Menengah yang dibagi pada beberapa paket kegiatan yakni pengadaan buku tingkat SD, pengadaan buku tingkat Sekolah Menengah Pertama, pengadaan alat peraga tingkat SD senilai Rp20 Milyar. Pada tahun 2010 ini, proyek tersebut mengalami kegagalan tender bebe¬rapa kali dan akhirnya ditenderkan kembali pada tahun 2011, dimana penawaran teren¬dah tidak dimenangkan dan buku maupun alat peraga yang diadakan oleh pemenang terindikasi tidak sesuai spesifikasi yang tertuang dalam juklak maupun juknis DAK Tahun 2010. “Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa sekolah yang menolak menerima alat peraga yang didrop oleh CV pemenang tender karena diduga barangnya barang rakitan, oleh pemenang tender barangnya ditukar dan dibelikan yang baru, pertanyaan kami apakah di sekolah lain juga diganti dengan hal yang sama?
Dan yang jelas pemenang tender sudah melewati jad¬wal surat perjanjian kerja dalam mendistri-busikan barang pengadaan tersebut dan yang ironis bahwa barang belum 100 persen datang dari distributor, sementara sekarang sudahmemasuki tahun anggaran yang baru. Untuk pemenang tender buku untuk SMP, CV. Gelora Mega Sejahtera, sedangkan untuk alat peraga dirahasiakan nama perusahaannya oleh dinas terkait,” terang Dedy Kusnadi.
Hal lain yang juga dilaporkan adalah pengadaan sepeda motor di bagian Umum Setda Kabupaten Dompu yang bersumber dari APBD Murni senilai Rp1,6 Milyar. Dibeberkan Dedy, pengadaan ini dilakukan langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran kepada salah satu Dealer Motor dengan tujuan untuk efisiensi anggaran sesuai Per¬press Nomor 54 yang merupakan penyem¬purnaan Perpress 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa. Akan tetapi, malah yang terlihat justru yang sebaliknya, anggaran pengadaan motor tertuang dalam APBD Murni, tapi baru dilaksanakan pada akhir tahun 2011, setelah pengesahan APBD 2012 dan dibeli kepada Dealer Motor milik salah satu keluarga dekat Bupati yang berada di Kandai II Dompu. “Dealer terse¬but belum resmi dibuka karena masih dalam taraf pembangunan sementara di Dompu,” ujarnya. Pada saat itu, kehadiran massa KOMMIK diterima oleh Asisten Intel dan Asisten Pidana Khusus Kejati NTB. Pihak Kejati pun menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti dan menseriusi sejumlah kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Bupati Dompu ini.
Sementara itu, Bupati Dompu, H. Bam¬bang M. Yasin, sejak Jumat malam (13/1), yang berusaha dikonfirmasi wartawan berkali-kali melalui selulernya baik melalui sms maupun kontak langsung belum berse¬dia memberikan tanggapan atas penggunaan anggaran sebagaimana dilaporkan elemen masyarakat ke penegak hukum. Bahkan sebelum naik cetak, sekitar pukul 12.00 Wita, Sabtu siang (14/1) Bupati Bambang yang dihubungi kembali via Ponselnya, sedang memimpin rapat. “Maaf pak saya ajudannya, pak Bupati sedang rapat,” sahut ajudannya menjawab wartawan. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update