-->

Notification

×

Iklan

Jika Pemda Punya Otoritas Mengawasi eksplorasi, Lalu Kenapa Takut?

Tuesday, January 17, 2012 | Tuesday, January 17, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-01-17T00:01:56Z
Oleh Imam Ahmad
Semua mata terbelalak ketika salah satu situs menulis bahwa PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) telah menggelontorkan anggaran sebesar 5-6 Trilyun untuk pelaksanaan tahapan eksplorasi sejak 2008 silam. “”Kami telah mengeluarkan dana sebesar Rp5 triliun-Rp6 triliun untuk mengeksplorasi wilayah
pertambangan di Bima,” ujar General Manager SMN Sucipto Maridjan, yang ditemui di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/1/2012), sebagaimana ditulis economy.okezone.com.
Kabar itu pun kemudian dibantah kembali oleh GM PT. SMN, Sucipto Maridjan, melalui Humas Pemkab Bima “Kami tidak pernah pengatakan itu (6 triliun), yang saya sampaikan pada waktu ditanyakan saat pertemuan dengan DPD adalah hanya 1 sampai 2 juta dollar saja. Saya tidak tahu dari mana angka 5-6 triliun. Kami tidak pernah diwawancara dan menyatakan angka 5-6 triliun dan berita kucuran dana sebesar Rp 5- 6 triliun untuk melakukan eksplorasi pertambangan di daerah Kabupaten Bima itu fitnah,” ungkap Sucipto sebagaimana ditulis salah seorang staf Humas Setda Kabupaten Bima di salah satu jejaring social.
Kesimpang siuran informasi seperti ini terjadi akibat dari ketiadaan keterbukaan yang semestinya hal itu harus dimulai sejak awal ketika ijin eksplorasi ini diajukan kepada Bupati sejak 2008 atau sebelum UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba itu lahir.
Berdasarkan ketentuan Permen ESDM Nomor 1453/K/29/MEM/2000, bahwa prasyarat untuk mendapatkan ijin Kuasa Pertambangan (KP) Penyelidikan Umum atau KP Eksplorasi (Permohonan Baru) beberapa syarat yang harus diajukan itu yakni akte pendirian perusahaan yang salah satunya adalah tanda bukti penyetoran uang jaminan kesungguhan. Kemudian untuk perpanjangan KP Eksplorasi itu, perusahaan tambang harus melampirkan tanda bukti pelunasan Iuran Tetap. Apakah angka sebesar USD 1 juta-USD 2 juta atau bahkan berdasarkan tulisan okzone.com yang mencapai angka Rp5 trilyun hingga Rp6 Trilyun itu juga mencakup beban pembiayaan yang termasuk dalam uang jaminan kesungguhan dan Iuran Tetap tersebut, hingga saat sekarang masih belum diketahui secara pasti. Keterbukaan semua pihak, baik itu Menteri ESDM, PT. SMN, Bupati Bima, dan DPRD Kabupaten Bima sebagai salah satu pemberi mandat untuk pelaksanaan KP Eksplorasi itu menyangkut berapa besar Iuran Tetap atau nilai jaminan kesungguhan PT. SMN ini yang diberikan kepada daerah guna melakukan eksplorasi sifatnya sangat mutlak adanya sebagai sesuatu hal yang kemudian akan bisa dipertanggungjawabkan secara hokum. Apalagi, masalah eksplorasi tambang emas di Kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu ini telah memakan korban jiwa warga Kecamatan Lambu.
Disisi lain, Pemerintah Daerah sebenarnya memiliki kapasitas untuk melakukan pengawasan Eksplorasi sesuai dengan amanat Permen ESDM ini dengan tujuan agar tidak dilakukan manipulasi data dan aspek-aspek lain yang merugikan pemerintah dan masyarakat. Hanya saja, kewenangan yang diberikan oleh Permen ini sepertinya tidak dilaksanakan dan dimanfaatkan secara baik oleh Pemerintah. Mungkin saja, pengawasan ini tidak efektif dilakukan karena tingginya tingkat kepentingan personal yang masuk didalamnya. Ini sesungguhnya menjadi kewenangan institusi penegak hokum dalam mengusut dan membongkar adanya dugaan mafia tambang di daerah. Apalagi alasan untuk melakukan pengawasan itu sudah jelas tujuannya yakni antara lain; Data eksplorasi yang salah tidak saja akan berakibat merugikan pemegang KP/KK/PKP2B, tetapi juga pemerintah dan masyarakat, misalnya kerusakan lingkungan akibat kemungkinan pengusaha tidak mampu mengembalikan/penataan lingkungan.
Tidak termanfatkannya/terjadi pemborosan pengusahan sumberdaya mineral, atau masyarakat yang bersedia memberi saham untuk kegiatan eksplorasi, baik melalui kerjasama, penjualan saham dsb, yang kedua yakni Data hasil eksplorasi sudah bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan dana dari pihak ketiga, yang ketiga, Bertujuan untuk sekaligus mengarahkan kegiatan, yang keempat, Rentan akan manipulasi data, dan yang kelima, Tendensi/kecenderungan untuk memindahkan hak pengusaha KP/KK/PKP2B akhir-akhir ini.
Dan pada kenyataannya, karena lemahnya pengawasan eksplorasi ini maka intensitas terjadinya mafia tambang di daerah itu juga cukup tinggi terjadi. Sehingga tidak mengherankan kalau di daerah kerap terjadi perebutan areal tambang antara satu perusahaan tambang dengan perusahaan tambang yang lainnya. Dan bahkan pengalihan KP dari satu perusahaan tambang ke peusahaan tambang lainnya karena pemindahan hak pengusahaan tambang.
Semestinya dengan otoritas atau kewenangan hokum yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Permen ini, maka tidak semestinya Kepala Daerah itu khawatir digugat oleh perusahaan tambang ketika pengawasan itu telah dilakukan secara baik dan tentu harus bebas dari KKN. Wallahu’alam Bissawab.*).
×
Berita Terbaru Update