-->

Notification

×

Iklan

HMI Bima dan Masyarakat Utama Anti Kekerasan Kecam Insiden Sape

Monday, January 2, 2012 | Monday, January 02, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-01-02T01:40:16Z
Bima, Garda Asakota.-
Masyarakat Utama Anti Kekerasan Bima yang merupakan gabungan dari berbagai elemen gerakan, Kamis (29/12/2011) pagi, turun ke jalan dan berorasi di depan kantor DPRD dan depan kantor Bupati Bima. Selain itu, puluhan massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) juga menggelar aksi serupa. Melalui perwakilan massa aksi, Amiruddin menyorot sejumlah kebijakan Pemkab Bima
yang tidak berpihak pada rakyat terutama yang berkaitan dengan pertambangan. Bahkan Ketua HMI Cabang Bima, mengungkapkan bahwa masuknya pertambangan di Kabupaten Bima belum memiliki legitimasi karena secara adminis¬trasi belum dilengkapi.
“Maka kami me¬minta DPRD untuk menen¬tukan sikap, paling tidak merekomen¬dasikan kepada Kejak¬saan, untuk menye¬lidiki pihak perusahaan SMN karena belum memenuhi sebagaimana diisyaratkan UU. Inilah pemicunya, perusa¬haan sekaligus Bupati Bima yang menge¬luar¬kan SK 188. Untuk itu bukan masyara¬kat yang harusnya ditembak, tapi tembak saja pemerintah. Kenapa mereka yang harus ditembak?, karena mereka terlambat mengambil keputusan sehingga insiden itu terjadi,” tegas Ketua HMI Cabang Bima, Mansyur, saat berorasi di depan kantor DPRD Kabupaten Bima, Kamis (29/12).
Pantauan langsung Garda Asakota, selain HMI, Masyarakat Utama Anti Kekerasan Bima yang merupakan gabungan dari berbagai elemen seperti Garuda Timur, Kobar, Lontar, Jimat dan Pemsab melaku¬kan orasi mulai pagi hingga siang. Dalam orasinya mereka menuntut Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain, meninjau kembali SK 188 tentang ijin pertambangan dimana telah melahirkan insiden berdarah di Pelabuhan Sape Lambu beberapa waktu lalu.
Koordinator lapangan (korlap) Masyara¬kat Utama Anti Kekerasan, M. Arif, yang merupakan mahasiswa PTS STKIP Bima dalam orasinya meminta kepada Bupati Bima dan jajaran Polres Bima Kota untuk mengakhiri tindak kekerasan terhadap masyarakat Sape Lambu yang telah berunjuk rasa menolak hadirnya aktivitas tambang di wilayah Lambu.
“Kami meminta kepada Bupati Bima dan jajaran Polres Bima untuk segera meng¬akhiri tindak kekerasan dengan cara penem¬bakan liar terhadap warga Sape Lambu. Mereka itu bukan pemberontak melainkan pengunjuk rasa dan tidak sewajarnya ditindak keras melalui penembakan secara liar sehingga mereka harus menderita karena diterjang peluru polisi,” tandasnya.
Selama mereka berorasi, baik di depan kantor DPRD Bima maupun di depan kantor pemkab tersebut senantiasa dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan Satpol PP Bima. Aksi itu berjalan lancar, dan tidak terjadi bentro¬kan fisik ataupun anarkis yang dlakukan baik oleh kelompok pendemo maupun aparat kepolisian. Gabungan dari berbagai elemen yang menamakan diri Masyarakat Utama Anti Kekerasan dibawah komando M. Arif yang juga pimpinan IMAWI (Ikatan Maha¬siswa Wera dan Ambalawi) ini menyam¬paikan pernyataan sikap yang dtujukan ke Bupati Bima dan pihak aparat kepolisian. Adapun pernyataan sikap yang disampaikan oleh pengunjuk rasa tersebut ada enam poin diantaranya menuntut Bupati Bima untuk segera mencabut SK Bupati Nomor 188/45/357/004/2010 tentang penyesuaian ijin usaha pertambangan eksplorasi kepada PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN), menuntut Bupati Bima, Ferry Zulkarnain segera mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap rakyat, dan segera usut tuntas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian atas insiden Lambu. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update