-->

Notification

×

Iklan

Pentingnya Faktor Ekonomi dan Non-Ekonomi terhadap KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ( Miskin/Pra-sejahtera) (2)

Monday, October 10, 2011 | Monday, October 10, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-10-09T23:57:17Z

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 di Daerah Bima, bahwa jumlah rumah tangga miskin/pra-sejahtera di Kabupaten Bima sebanyak 62.551 Rumah tangga miskin (RTM). Sedang­kan di Kota Bima sebanyak 13.053. Kesejahteraan masyarakat merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah masyarakat. Peran pendidikan dalam tulisan ini adalah dapat memberikan
temuan baru yang menam­bah teori pendidikan, lebih khusus lagi adanya jurusan pendidikan ekonomi pembangu­nan, atau jurusan ekonomi koperasi pada program starata satu (S1), Magister jurusan pendidikan ekonomi. Tulisan ini bertujuan, mem­berikan penegasan terhadap kesejahteraan masyarakat di Bima, yang merupakan faktor utama dalam meningkatkan kemajuan pembangunan masyarakat di daerah/wilayah, terutama sekali pada kemandirian. Dan diha­rapkan dengan jelas dan pasti akan memberikan dorongan yang positif bagi masyarakat miskin untuk lebih diberdayakan dan berorientasi ke masa depan. Kemandirian merupakan sifat dari perilaku mandiri yang merupakan salah satu unsur sikap ( Adam, 2003; Jamila, 2007). Artinya,  kemandirian adalah bentuk sikap terhadap individu memiliki independensi yang tidak berpengaruh terhadap orang lain. Kriteria orang yang mandiri, seperti mempunyai; (1) kemantapan relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau frustasi, (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa, (3) kadar arah yang tinggi, (4) agen yang merdeka, (5) aktif, dan (6) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar diri mereka anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), memberi batasan kesejahteraan sebagai bagian kegiatan-kegiatan terorganisasi yang bertujuan membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasamya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Juga  kesejahteraan dapat diartikan sebagai kondisi sejahtera, yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan. Pengertian ini menempatkan kesejahteraan sosial sebagai tujuan akhir dari suatu kegiatan pembangunan.
Kebijakan pemerintah mengenai desen­tralisasi kesehatan dalam rangka mengimple­mentasikan UU No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah (yang kemudian di revisi dengan keluamya UU No. 32 tahun 2004) layak untuk mendapatkan perhatian dari berbagai pihak termasuk dari kalangan akademisi.
Kebijakan ini mempunyai arti yang sangat strategis dan membawa implikasi yang cukup luas bagi setiap daerah untuk menajamkan skala prioritas pembangunan yang menjadi tanggung jawabnya. Terlebih lagi dalam rangka pengetasan kemiskinan dan fasilitas pelayanan kepada masyarakat yang masih tertinggal di lapisan bawah secara lebih adil. Hal ini jelas merupakan agenda penting yang perlu menda­patkan perhatian dari setiap daerah. Menurut data BPS (2004), ada 25, 43 % dari 200 juta penduduk Indonesia mengalami problem kesehatan, dan tidak kurang dari 84 % pendu­duk Indonesia tidak terlindungi kesehatannya.
Rintuh dan Miar (2005), berpendapat, kegiatan ekonomi pedesaan diharapkan semakin beragam (diversivikasi produk) selain menghasilkan produk pertanian juga produk non pertanian, disektor industri (industri kecil, industri rumah tangga) dan jasa.
Menurut Langeveld, yang dikutip Kartono (1997), Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. Pendidikan adalah usaha menolong manusia untuk melak­sanakan tugas-tugas hidupnya agar dia bisa mandiri, akil balik dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan adalah usaha menca­pai penentuan diri susila dan beratng­gung jawab. Jadi jelaslah bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan­nya dengan manusia lain untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani. Pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan martabat manusia karena pendidikan menyangkut manusia untuk memanusiakan manusia lain dalam hubungannya sesama manusia.
Menurut Anoraga (2006), Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebu­tuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukan­nya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan dariapada keadaan sebelumnya. Artinya, bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya. Guna mencapai tujuan itu, orang terdorong melakukan aktivitas yang disebut kerja/bekerja.
Dijelaskan Marzali (2006), bekerja sebenarnya tidak hanya sekedar mengejar kekayaan menuruti hawa nafsu, akan tetapi juga harus dilandasi idealisme. Antara bekerja dan idealisme, tentu tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling memberikan semangat dan nafsu untuk menciptakan suasana yang lebih positif. Jika salah satu ditinggalkan sangat naif.
Menurut Tilaar (2000: 169), pendidikan yang didasarkan pada kebudayaan menuntut pranata-pranata sosial untuk mendidikan seperti keluarga, sekolah (pendidikan formal) haruslah merupakan pusat-pusat penggalian dan pengembangan kebudayaan lokal dan nasional. Di mana pengembangan budaya lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang fasilitasi oleh pekerja sosial.
Menurut McClelland,  ada hubungan yang positif antara motivasi kerja dengan pencapaian kerja. Motivasi meliputi; (1) memiliki tanggung jawab pribadi; (2) memiliki program kerja berdasarkan rencana dan berjuang untuk merealisasikan; (3) memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani ambil resiko; (4) melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan; (5) memiliki tujuan yang realita. Dan menurut, Mangkunegera, (2006) dalam terori kebutuhan tentang motivasi menjelaskan, kebutuhan dapat didefenisikan suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri.
Hasbullah (2006), menegaskan pula bahwa, semangat untuk memberi, saling memberi dan menerima tidak hanya mengalami di daerah pedesaan. Di kota tidak kalah parahnya. Dalam terminologi sosial, semangat ini dikenal sebagai resiprositas yaitu sikap untuk memberi, menolong dan mendorong pihak lain untuk lebih maju tampa mengharapkan imbalan seketika.
Pengaruh Faktor ekonomi (internal) dan Faktor Non-ekonomi (eksternal) terhadap Kemandirian dan Kesejahteraan Masyarak Miskin. Dalam aspirasi masyarakat mengisya­rat­kan perlunya mempercepat pembangunan wilayah dalam kerangka pemberdayaan masyarakat melalui penyediaan prasarana, pembangunan sistem agrobisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelem­bagaan, penguasaan teknologi, dan peman­faatan keunggulan. Dalam upaya pember­dayaan masyarakat tersebut, sangat mutlak ditingkatkan penciptaan kondisi yang mendo­rong kemampuan masyarakat untuk mempe­roleh dan memanfaatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Menurut, Halim dkk (2005), menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam membangun kemandirian masyarakat miskin/rentan adalah bagaimana memperbaiki iklim ekonomi regional dan kegiatan ekonomi riil yang kondusif serta menjamin kegiatan usaha ekonomi masyarakat lebih kompetitif dan menguntungkan. Hal ini erat dengan upaya untuk memberikan akses masyarakat ke input sumber daya ekonomi, pengembangan organisasi ekonomi yang dikuasai oleh pelaku ekonomi kecil, dan meningkatkan bantuan fasilitas bantuan teknis dan perlindungan bagi usaha masyarakat kecil. Artinya, kemandirian masyarakat miskin adalah meningkatkan pemahaman tentang informasi perkembangan perpolitikan untuk meningkatkan rasionalitas dan kemandirian masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai adalah; (l) Penyediaan peraturan yang dapat mengurangi penetralisasian organisasi politik di tingkat bawah; (2) Penye­diaan informasi perkebangan, ekonomi, sosial, budaya di tingkat bawah; (3) Pengembangan forum komunikasi antar organisasi kemasya­rakat di tingkat bawah.
Manfaat dari tulisan ini dapat memberikan pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (Indirect Effects), dan pengaruh total (Total Effects) antar unsur diatas.
Dan dapat dijelaskan bahwa; pendidikan membawa perubahan seseorang/masyarakat secara umum dipengaruhi dua faktor; pertama, faktor dari dalam. Faktor dalam diri manusia dike­nal dengan ‘potensi diri’ dengan segala aspeknya (nafs, qolb, iman dll). Kedua, faktor dari luar. Faktor luar seperti, pendidikan, ling­kungan, ilmu pengetahuan, teknologi dan lain-lain, merupakan faktor pendukung yang membe­rikan kontribusi terhadap faktor dalam diri manu­sia dalam proses perubahan. Sehinga jelaslah bahwa aspek dari dalam diri manusialah yang paling dominan sebagai penggerak utama perubahan tersebut. Potensi diri inilah yang menjadi penentu bagi seseorang/individu untuk berubah atau tidak merubah, termasuk untuk menerima atau menolak pengaruh dari luar.
Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi logis bagi pengembangan dan pem­bangunan ekonomi dcan pembangunan manu­sia seutuhnya sebagaimana yang di amantkan oleh GBHN dan UUD 45, yang dapat direalisa­sikan berdasarkan Pancasila, yang dirdasarkan data statistik/PBS  menunjukkan bahwa kese­jah­teraan masyarakat Kabupaten Bima dan Kota Bima erat kaitannya dengan pengaruh internal yang mencakup budaya lokal. Kerja keras dan motivasi yang tinggi; bertanggung jawab kepada lingkungan sosial bagi suatu masyara­kat di Kabupaten Bima dan Kota Bima, untuk saat ini dan seterusnya adalah merupakan kewajiban. Dan dapat menciptakan program belajar berkelanjutan, semacam kursus jangka pendek dengan materi dan bidang pengetahuan tambahan yang dapat mendukung dan sesuai dengan kebutuhan aplikasi bidang keilmuan di lapangan. Sehingga pemerintah dapat mengalo­kasikan subsidi pendidikan perlu diperbaiki terutama ditujukan untuk mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun sehingga dapat meningkatkan jumlah lulusan pada jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan tuntutan otonomi daerah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Diharapkan para praktisi dan pihak stakeholder dalam kelompok masyarakat menengah ke atas, berdasarkan berbagai temuan dan pembahasan dalam tulisan ini dapat disarankan; agar lebih memperhatikan betul budaya lokal, adalah aspek yang sangat penting dalam proses peningkatan pertumbuhan ekonomi masyara­kat,  Kesejahteraan dan Kemandirian sangat signifikan dipengaruhi oleh pelayanan kese­hatan, budaya lokal, motivasi, hubungan sosial yang baik; Pemihakan kebijakan publik yang mampu mendorong peningkatan daya beli masyarakat yang kurang mampu/miskin.
Disarankan adanya kerjasama antara pemerintah Bima dan lembaga perguruan tinggi yang terkait dengan pengembangan sumber daya manusia baik di desa maupun di perkotaan dengan Dinas dan instansi terkait untuk kegiatan yang intensif khususnya masalah meningkatkan pelayanan dan peningkatan teraf hidup masya­rakat miskin dan kurang mampu, sehingga mereka dapat diberdayakan.
Mari kita merenungkan firman Allah swt dan sabda Rasulullaah Saw, dalam berbagai qitab/buku dan literatur yang hampir setiap saat kita geluti dan dalam bentuk  cerita, dongeng, kisah, lebih-lebih dalam bentuk buku/karya ilmiah. Sungguh betapa banyak dan berlimpah ruahnya ilmu  Allah  yang terbuang dan terabaikan begitu saja, sementara berapa banyak manusia yang tidak dapat mendapatkan dan membaca ilmu-ilmu itu, maka berbahagialah kita yang selalu bersama buku.
Buku adalah  teman yang paling baik. Bercakap-cakaplah dengan buku, bersa­habatlah dengan ilmu, dan bertemanlah dengan pengetahuan.  Dan Sesungguhnya idealisme dan tuntutan terbesar dalam Islam adalah Anda menjadi orang yang dicintai oleh Allah. Anda menjadi orang yang senantiasa dekat dengan Allah dan menjadi salah seorang dari para wali Allah yang di cinta-Nya
Di sini saya mengintakan diri sendiri dan Anda, dimana Rasululullah Saw bersabda”
Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali dari yang baik, sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman sebagaimana Allah memerintahkan para Rasul-Nya, maka Allah swt berfirman, Hai Rasul-rasul, makanlah dari makananan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mu’minun (23): 51).
Makna, sabda Rasulullah Saw dan firman Allah swt, ini adalah seorang muslim harus memelihara perutnya dari makanan yang haram. Dia tidak memakan kecuali dari yang Allah halalkan untuknya.  Dia menghindari semua sumber harta yang haram, seperti; riba, penipuan, berdusta, dan menjual atau menyewakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah swt. Dia hanya memakan sesuatu yang Allah halalkan baginya. Dia senantiasa memperbaiki makanan dan minumannya, supaya Allah mengabulkan doanya.
 Dan firman Allah swt,
Dan ( ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengar­kan al-Qur’an, maka tatkala mereka meng­ha­diri pembacaan (nya) lalu  berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya). “Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata “Hai kaum kami, sesunguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan  sesudah Musa yang mem­benarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang meneyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak  akan melepaskan diri dari azab Allah di muka Bumi dan tidak ada baginya perlindungan selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al-Ahqaf (46): 29-32).
Rasulullah swa bersabda; “Celakalah orang yang menjadikan penghambaan dinar, celakalah orang yang menjadi penghamba dirham, celakalah orang yang menjadi penghamba kesenangan dan celakalah orang yang menjadi penghamba kemegahan, celakalah dan binasalah mereka semua. Kalau dia sudah jatuh tersungkur, maka dia tidak akan bisa untuk bangkit kembali”.                                                                                              
Penulis: DR. MARIANI
Minggu, 31 Juli 2011
×
Berita Terbaru Update