-->

Notification

×

Iklan

Kebijakan Pembukaan Kembali Hutan Ncai Kapenta Terus Disorot

Wednesday, October 19, 2011 | Wednesday, October 19, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-10-19T00:08:02Z

Cermin Kegagalan Program Reboisasi…?
Kota Bima, Garda Asakota.-
Program Hutan Kemasyarakatan (HKM) yang digagas oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bima tahun 2011 melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) kem­bali menuai sorotan dari sejumlah kalangan. Setelah sebelumnya anggota DPRD Kota Bima, A. Latif HM. Sidik, SH, angkat bicara. Kini giliran kalangan akademisi yang mengkritisi kebijakan Pemkot Bima yang akan membuka kembali kawasan hutan seluas 700 Ha di So Ncai Kapenta Kelurahan Jatibaru Kecamatan Asakota dan 300 Ha di Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota dengan kedok HKM.

Ketua STISIP Bima, Dra. Hj.Nurmi, M. Si, menilai program HKM yang digagas Pemkot Bima memperjelas ketidak-ber­hasilan Pemerintah dalam program reboisasi kembali hutan yang rusak, padahal sudah milyaran rupiah uang rakyat dikucurkan.
Menurutnya, jika saja program reboisasi yang digagas pemerintah sebelumnya berhasil pastinya tidak muncul program pelestarian hutan berkedok HKM yang malah akan merusak hutan. “Jika terjadi banjir akibat kerusakan hutan melalui program HKM ini maka masyarakat bisa meminta pertanggung-jawaban Walikota Bima secara langsung.  Karena hutan So Ncai Kapenta berstatus hutan tutupan Negara yang dialih fungsikan, dan sangat jelas fungsi hutan Ncai Kapenta sebagai daerah hutan penyangga Kota Bima dari bencana bajir, erosi dan daerah resapan air bagi pemukiman,” ujarnya.
Tentu saja, akademisi yang kerap mengkritisi kebijakan Pemkot Bima sangat menyesalkannya, karena kebijakan pembukaan kembali kawasan Hutan Ncai Kapenta yang sebenarnya sudah dikosong­kan selama dua tahun terakhir hanya karena berdasarkan aspirasi warga sekitar. Padahal Ncai Kapenta hakikatnya bukan milik kelompok tertentu, melainkan milik Negara yang harus mendapat pengawasan dari semua pihak. “Termasuk Dewan, ini harus menjadi atensi khusus. Jangan sampai kebi­jakan ini sifatnya politis, hingga menga­baikan aspek dampak lingkungan yang akan ditimbulkan kedepannya,” katanya.   
Akademisi lainya, Drs. Mukhlis Ishaka, juga menilai program HKM yang digagas Pemerintah Kota melalui Dishutbun sebaik­nya ditunda dan selanjutnya dievaluasi kembali. Hanya saja, dia masih lebih lunak terhadap pendapatnya itu. Kalaupun Pemkot Bima melalui Dishutbun tetap ngotot melak­sanakan kebijakannya itu maka disaran­kannya agar dalam pelaksanaannya ada pengawasan yang melibatan berbagai kom­ponen, seperti Lembaga Swadaya Masyara­kat (LSM) pencinta lingkungan maupun unsur kemahasiswaan lainnya yang berkai­tan dengan pelestarian alam. “Dengan keter­libatan komponen-komponen lain selain war­ga penggarap dan pemerintah, diharap­kan dapat memaksimalkan program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian, maka apa yang menjadi harapan berbagai pihak akan dapat dicapai bersama. Karena sudah jelas fungsi hutan Ncai Kapenta sebagai daerah hutan yang menjaga ketersediaan air dan menghindari banjir,” sarannya.
Oleh karena itu penting agar program HKM ini dipikirkan dengan bijak sebelum dilaksanakan, apalagi menyangkut luas lahan 1000 hektar serta melibatkan 300 warga petani yang terbentuk dalam delapan kelompok, termasuk teknis pembagian lahannya agar jangan sampai terjadi konflik berkepanjangan. “Sebab bila terjadi kesa­lahan maka akan berdampak cukup parah bagi keberadaan warga Kota Bima nantinya.
Maka selain pengawasan, yang perlu ditingkatkan juga sebelum HKM dilaksana­kan, pemerintah dapat memberikan pelatihan kepada warga penggarap tentang pengetahuan merawat tanaman yang akan ditanam.  Juga kaitan dengan pohon yang telah tumbuh ketika dilakukan rebosiasi agar tidak ditebang namun melalui program tersebut petani dapat menanam pohon pada lokasi yang tidak ada pohonnya,” saran Puket III STISIP Bima ini.
Sebelumnya kebijakan Pemkot Bima yang akan menjadikan hutan Ncai Kapenta seluas 750 ha di Kelurahan Jatibaru dan 300 ha kawasan hutan di Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota, menjadi HKM menuai sorotan anggota DPRD Kota Bima, A. Latif HM. Siddik, SH. Menurutnya, pembukaan kembali kawasan Hutan Ncai Kapenta, sama saja dengan membawa Kota Bima dalam kehancuran dan bencana alam tinggal menunggu waktu saja. “Bukankah banjir bandang yang melanda Kota Bima beberapa tahun silam akibat dari gundulnya hutan yang berada di Jatibaru (Ncai Kapenta, red), apalagi ditambah dengan pembabatan di Kelurahan Kolo. Lalu kenapa pemerintah menyetujui permintaan masyarakat, bukan­kah keputusan ini sama saja dengan artinya “warga berharap dan meminta ijin untuk membabat hutan?  dan Pemkot Bima menye­tujui pembabatan hutan tersebut?,” cetus Latif. Latif bahkan meminta agar keputusan Dishutbun Kota Bima maupun Walikota Bima yang merekomendasikan sekaligus mengijinkan pembabatan hutan tersebut agar dapat ditinjau kembali. “Karena yang kita tahu sekarang saja titik mata air yang ada di Kota Bima sudah mengalami pengu­rangan yang cukup signifikan. Yang lebih mengherankan lagi, Pemkot Bima melak­sanakan program penanaman seribu pohon, lalu kenapa sekarang ditebang lagi pohon yang sudah di tanam?,” cetus duta Partai Amanat Nasional (PAN) ini. (GA. 334*)
×
Berita Terbaru Update