Kejaksaan Diminta Tidak Berdiam Diri
Bima, Garda Asakota.-
Kasus
dugaan penyimpangan pengelolaan dana Keaksaraan Fungsional (buta aksara) yang
dikelola oleh PKBM di Kabupaten Bima terus dugilirkan oleh Institut
Transparansi Kebijakan (ITK) NTB Korda Bima. Setelah sebelumnya menyoroti lemahnya
pengawasan dan menemukan adanya indikasi korupsi sekitar Rp1,886 Milyar lebih,
ITK yang dikoordinir oleh Al-Imran ini, kembali menemukan sejumlah fakta baru
terhadap pengelolaan paket dana dengan total kucuran sebesar Rp6,7 Milyar itu.
Dalam
rilis terbarunya, ITK mensinyalir tingkat kehadiran warga belajar (WB) pada
setiap PKBM yang diduga rata-rata hanya mencapai 50 persen sampai 60 persen.
Padahal anggaran yang seharusnya diterima WB per hari sebesar Rp3000 dikali 32
hari,
harus direalisasikan berdasarkan juklak dan juknisnya kepada para WB.
“Namun dari perkiraan persentasi itu yakni antara 30 sampai 40 persennya tidak
direalisasikan. Dan hal itu akan menimbulkan dugaan-dugaan baru,” ungkap
Penasehat ITK NTB Korda Bima, Al-Imran, dalam siaran persnya yang diterima
redaksi, Jumat (14/10).
Dari
data sementara yang dihimpun pihak ITK, justru ditemukan adanya beberapa PKBM
yang disinyalir baru jalan sebagian kecil kelompok belajarnya antara lain PKBM
Al-Ansar Desa Monta yang mewadahi 11 kelompok dan 220 WB dengan total anggaran
sebesar Rp55 juta, PKBM Wa’ikace Desa Tanggabaru Monta (14 kelompok, 280 WB,
anggaran Rp70 juta), PKBM Dian Lestari Desa Rasabou Kecamatan Bolo (30 kelompok,
600 WB, anggaran 150 juta), PKBM Kabuju desa Rasabou Sape (36 kelompok, 720
WB, anggaran Rp180 juta), PKBM Tunas Muda Desa Nae Kecamatan Sape (24 kelompok,
480 WB, anggaran Rp120 juta), dan PKBM Doro Lopi Desa Sumi Kecamatan Lambu yang
memiliki 32 kelompok, 640 WB, dengan alokasi anggaran sebesar Rp160 juta. “Dan
bahkan, kami menemukan adanya PKBM yang mendapatkan anggaran Rp35 juta di Desa
Teta Kecamatan Lambitu sampai hari ini belum melaksanakan program KF-nya. PKBM
ini, menurut investigasi ITK diketuai oleh oknum kepala sekolah,” bebernya.
Selain
menyorot minimnya tingkat kehadiran peserta WB, ITK juga menyorot PKBM yang
disinyalir hanya menggunakan satu tutor saja, padahal menurut juklak dan
juknisnya, tutor setiap PKBM ada dua. “Namun fakta di lapangan banyak ditemukan
satu tutor,. Jadi, ada dana tutor sebesar Rp500 ribu tidak direalisasikan, maka
dengan itu juga akan timbul dugaan-dugaan lain,” duganya.
Dua
edisi Garda Asakota sebelumnya, ITK NTB Korda Bima menemukan adanya indikasi
dugaan korupsi pengelolaan dana KF di Kabupaten Bima. Indikasi ini terkuak
berdasarkan hasil evaluasi dan motitoring (Monev) yang dilakukan oleh personil
yang ditugaskan oleh ITK. Di Kabupaten Bima, terdapat kurang lebih seratus
(100) PKBM dan dua (2) LSM yang mendapatkan kucuran anggaran program KF serta
terdapat 1500 kelompok belajar dengan total anggaran Rp6,7 Milyar lebih.
Diduga
dari total kucuran dana KF tersebut, Rp1.886 Milyar lebih tidak direalisasikan
sebagaimana mestinya dan ada indikasi korupsi. “Dugaan indikasi korupsi
keuangan Negara yang tidak direalisasikan berdasarkan RAB sebesar
Rp1.886.784.000.-,” ungkap Penasehat ITK NTB Korda Bima, Al-Imran, dalam siaran
persnya yang diterima Garda Asakota.
Atas
berbagai temuan ITK ini, bahkan pihak Kejaksaan Negeri Raba-Bima melalui Kasi
Intelijen, Edi Tanto Putra, SH, yang dimintai tanggapannya, Jumat (7/10),
menegaskan sikap pihaknya yang mengawasi secara internal terhadap pengelolaan
dana milyaran rupiah tersebut.
Dan
bahkan, kata dia, bila dalam pengawasan internal ditemukan adanya dugaan
penyimpangan keuangan Negara, maka akan diproses. “Kejaksaan akan melakukan
pengawasan secara internal. Kalau ada indikasi akan kami proses,” tegasnya saat
itu. (GA. 212*)