Kota Bima, Garda Asakota.-
Masih
ingat dengan kasus dugaan pemukulan siswa MTsN-1 Kota Bima, M. Andi Chaeril
Awalin, pada sekitar tanggal 24 September lalu?. Kasus dugaan tindakan
kekerasan terhadap siswa yang sempat menuai aksi balasan dari orang-tua siswa,
Syahbuddin ini, tetap dalam proses aparat penegak hukum. Bahkan pada saat
pemeriksaan Sabtu pagi (15/10), oknum guru yang diduga terlibat pemukulan,
Syafruddin, S. Pdi, telah diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Polsek
Rasanae Barat Kota Bima.
Liputan
langsung Garda Asakota, pemeriksaan Safrudin dilakukan di Mapolsek Rasanae
Barat didampingi oleh beberapa rekan pengajar termasuk Ketua PGRI Provinsi NTB,
Drs. M. Ali Hakim, yang sengaja datang langsung dari Kota Mataram guna memantau
perkembangan proses hokum atas kasus tersebut.
Ketika
dimintai keterangannya oleh sejumlah wartawan, Ketua PGRI Provinsi NTB, Drs. M.
Ali Hakim, mengaku kedatangannya bersama kawan-kawan dalam rangka memberikan
dukungan moril pada anggota PGRI yang saat ini tengah mengha
dapi kasus hukum. Langkah ini, kata dia, sebagai bentuk
kebersamaan PGRI dalam memperhatikan persoalan yang menimpa anggotanya. “Kami
datang sekaligus ingin mengawal agar proses yang dilakukan pihak Kepolisian
sesuai dengan aturan dan mekanisme yang tentunya dijalankan
secara professional. Terlepas dari siapa
yang benar atau salah, itu akan dibuktikan di Pengadilan,” akunya.
Menurutnya,
Safrudin sendiri berdasarkan surat pemanggilan sudah ditetapkan sebagai
tersangka. Dan status yang dikenakan terhadap anggotannya itu, dipertanyakannya.
“Kenapa ditetapkan sebagai tersangka, padahal belum dilakukan pemanggilan
awal. Namun saat kami pertanyakan, pihak Kepolisian menjawab, ini hanya miss-communication
saja,” cetusnya tanpa menjelaskan apa maksud dari pernyataan miss-communication
dari penyidik tersebut. Untuk itu sebagai bentuk perhatian terhadap sesama
anggota PGRI, pihaknya telah menunjuk pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) dari Provinsi NTB. “Namun bila tidak mampu, maka kami akan mendatangkan
Lembaga Bantuan Hukum PGRI Pusat,”
tegasnya.
Saat
ditanyakan oleh sejumlah wartawan, apakah ada koreksi diri dari pihak guru
dengan munculnya kejadian yang sama di SMA PGRI Kota Bima?, Ali justeru
berpendapat bahwa guru memukul siswa dalam rangka memberikan pembinaan kepada
siswa yang memang bersalah. “Inikan berbicara karakter bangsa, siswa hanya
beberapa jam di sekolah, sedangkan di rumah lebih banyak meluangkan waktu
bersama keluarga. Jadi kami tidak membutuhkan orang tua yang pintar, tapi yang
cerdas, karena orang tua harus memberikan pemahaman pada anaknya terkait dengan
apa saja tugas guru. Kita mengambil tindakan tentunya ada sebab dan akibat,”
sahutnya. Lalu bagaimana sikap guru terhadap nasib Alin yang hingga satu bulan
ini belum bersekolah?. “Yah, kami guru tidak pernah melarang orang untuk
bersekolah. Tapi mengakui sudah tidak mampu mendidik Alin lagi, sehingga kami
kembalikan ke rumahnya. Silahkan saja Alin bersekolah, guru tidak berhak
mengambil sikap melarang untuk bersekolah,” cetusnya.
Sementara
itu, Kapolsek Rasanae Barat, Kompol Mursalim Yunus, yang dimintai keterangan
atas status pemanggilan Syafruddin sebagai tersangka, justru enggan
berkomentar. “No comment,” elaknya saat itu. Sebagaimana dilansir berbagai media
massa, kasus dugaan pemukulan siswa MTsN-1 Bima yang merembes pada tindakan
pembalasan oleh orang-tua siswa ini, telah menjadi atensi khusus publik. Kedua
kasus itu sama-sama ditangani serius oleh aparat Kepolisian, bahkan atas
laporan balik oknum guru tersebut, Syahbuddin, ayah dari M. Andi khaeril
Awalin, sudah lebih awal ditetapkan sebagai tersangka, meskipun penyidik tidak
melakukan penahanan atas dirinya. (GA. 334*)