-->

Notification

×

Iklan

HMPD - Mataram Demo Tolak Segala Bentuk Tambang di Dompu

Thursday, September 15, 2011 | Thursday, September 15, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-09-15T05:59:33Z
Bupati Dompu: Saya Tidak Dalam Posisi Menyetujui Maupun Menolak Tambang
Dompu, Garda Asakota.-
Menyikapi berbagai persoalan yang terjadi di Kabupaten Dompu seperti rencana eksplorasi tambang emas, program PIJAR dan masalah program sekolah gratis, puluhan massa Himpunan Mahasiswa Peduli Dompu (HMPD-Mataram), Kamis lalu (8/9) melakukan aksi demontrasi damai di depan kantor DPRD dan Kantor Bupati Dompu.
Secara bergantian Dahlan, Yamin, Abdul Haris, Junaidin dan Korlap aksi demo, Fendi, meminta kepada anggota DPRD untuk menyuarakan penolakan segala bentuk pertambangan yang ada di Dompu. Mereka menilai, keberadaan tambang nantinya akan berimbas pada sector riil terutama pertanian yang menjadi sumber kehidupan rakyat selama ini.
“Semakin banyak penguasaan lahan oleh perusahaan tambang, maka semakin banyak kaum tani nantinya akan kehilangan tanahnya sebagai mata pencaharian utama mereka. Selain itu juga yang paling berba¬haya lagi adalah dampak negative lainnya akibat dari pembuangan limbah tailing oleh perusahaan tambang. Limbah tailing ini mengandung zat kimia yang sangat ber¬bahaya bagi ekosistim baik di darat maupun di laut,” kecam mereka.
Begitupun masalah program PIJAR (Sapi, Jagung dan Rumput laut) yang men¬jadi salah satu program unggulan Bupati Dompu, Drs. H. Bambang M.Yasin. Pada tingkat praktek pelaksanaan di lapangan massa menduga terjadi banyak diskriminasi, misalnya di sektor peternakan, kelompok ternak yang menerima bantuan lebih ber¬nuansa kolusi dan nepotisme bukan berda¬sar¬kan hasil survey yang memadai. “Begitu juga pada penanaman jagung yang tidak didukung oleh bibit jagung yang baik dan penyediaan pupuk yang murah bagi petani dan pada komoditi rumput laut tidak didu¬kung oleh pelabuhan laut sebagai tempat pengiriman rumput laut,” tuding massa.
Menyinggung persoalan pendidikan, HMPD-Mataram mempertanyakan program pendidikan gratis untuk jenjang SMA yang telah dihentikan oleh H. Bambang, dengan dalih agar siswa-siswi bisa lebih serius untuk belajar. Massa menilai, peng¬hentian program pendidikan gratis ini membuat warga resah dan harus banting tulang untuk mencari uang tambahan lagi untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang SMA, hal ini akan menambah beban rakyat di tengah mahalnya biaya kebutuhan pokok yang selalu naik dan pada ujungnya dikhawatirkan hal ini akan berimbas kepada bertambahnya angka putus sekolah.
Pantauan langsung Garda Asakota, usai melakukan orasinya di depan pintu masuk kantor Bupati Dompu, seluruh pendemo diijinkan masuk untuk menyampaikan langsung aspirasinya, Merekapun berada di ruang rapat Bupati Dompu, dan langsung bertatap muka mendengarkan secara langsung aspirasi para pendemo.
Menjawab semua pertanyaan serta kritikan yang disampaikan oleh HMPD-Mataram tersebut, Bupati Dompu, H. Bambang M.Yasin menyampaikan bahwa terkait dengan tuntutan pendidikan bersubsidi dan menolak pertambangan
Terkait pendidikan bersubsidi, dalam kampanye diakui Bambang tidak ada janji sekolah gratis tetapi dirinya mengkampanye¬kan akan membuat masyarakat Dompu mampu membayar sekolah. “Kalau anda memerlukan pendidikan yang berkualitas anda harus bayar. Kenapa anak-anak Dompu hanya bisa sekolah di PT-PT swasta saja, kenapa tidak bisa bersaing masuk di PTN-PTN karena selama ini sekolah dipak¬sakan, kualitas sekolah kita jauh dari yang diharapkan oleh PTN-PTN.
Daerah ini tidak memiliki uang yang cukup tetapi melakukan pendidikan yang gratis, akibatnya sekolah-sekolah memberi¬kan pelayanan yang seadanya. Karena daerah tidak mampu menyediakan anggaran yang cukup untuk kegiatan sekolah-sekolah tersebut,” paparnya.
Ditegaskannya bahwa, alokasi DAK dan DAU itu peruntukannya sudah jelas tidak bisa digunakan pada sector di luar yang diperuntukan. “Masalah pendidikan gratis untuk SD dan SMP itu jelas sudah ada dana¬nya dari pusat lewat dana BOS, sedangkan SMA pemerintah Dompu memaksakan diri. Normalnya biaya pendidikan untuk anak SMA pertahunnya itu satu juta, tapi peme¬rintah Dompu hanya mampu menyediakan dan sebanyak 680 ribu peranak. Akibatnya anggaran itu yang dikucurkan pelayanan tidak maksimal “seadanya”.
Oleh sebab itu saya sebagai Bupati yang dipercayakan oleh masyarakat untuk memimpin daerah ini mencoba mencari-cari sumber pembiayaan lainnya. Pada intinya sampai sekarang pemerintah tidak pernah menghapus subsidi pendidikan untuk tingkat SMA. Jadi Anggaran untuk pendidikan seki¬tar Rp11 Milyar lebih itu untuk pendidikan gratis itu tetap ada tidak pernah dihapus di APBD, tidak ada yang berubah sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” tegasnya.
Dijelaskannya bahwa, untuk mendapat¬kan pendidikan yang berkualitas di tingkat SMA dibutuhkan biaya satu juta pertahun peranak, sedangkan kemampuan daerah hanya bisa membiaya Rp680 ribu peranak pertahun. Makanya sekarang pihaknya kampanyekan kepada orang-orang tua yang sudah bekerja membanting tulang, kapan sih uangnya dikasihkan kepada anaknya untuk biaya pendidikan. “Masa sih sumbang ke sekolah Rp50 ribu sebulan tidak mau. Jadi uang dari APBD untuk pendidikan gratis sampai sekarang tetap ada tidak ada yang berubah. Pada intinya bagi orang tua yang mampu contohnya anak Bupati, atau anak Dandim, Sekda, Kadis masa mereka juga harus sekolah gratis juga?,” cetusnya.
Sementara itu, masalah tambang yang menjadi kerisauan masyarakat sebagaimana disuarakan para mahasiswa, Bupati justru tidak sependapat. Masalah Perusahaan Sum¬bawa Maining itu masih panjang prosesnya karena masih dibutuhkan waktu yang lama sekarang baru pada tahap penelitian (eksplorasi) dan itupun belum selesai dilakukan. “Eksplorasi itu dilakukan untuk menjawab apakah di daerah tersebut benar adanya potensi emas, jadi sekarang ini belum ada kepastian, apalagi berbicara tentang ekploitasi hal tersebut masih jauh sekali. Dari hasil eksplorasi ini kalau me¬mang ada potensi untuk dilakukan penam¬bangan itu juga harus melalui berbagai prosedur lagi, diantaranya apakah potensi itu secara ekonomi menguntungkan atau tidak, dari sisi lingkungan hidup juga harus dilakukan penelitian terhadap dampak lingkungannya bagaimana.
Begitu juga kalau semua prose situ telah dilewati sebagai pemerintahan daerah akan melakukan MoU dengan pihak perusahaan sebelum dilakukan eksploitasi harus mela¬kukan pelatihan-pelatihan untuk berbagai posisi yang dikhususkan bagi putra daerah Dompu dan diwajibkan 90 persen karya-wan¬nya diambil dari masyarakat Dompu. Namun hal itu, sampai sekarang belum sampai pada level tersebut,” jelasnya.
Dikemukakannya bahwa, kalau dari sekarang masyarakat sudah menuntut ini dan itu kepada perusahaan ditakutkan nantinya perusahaan pada lari. “Dan kita warga Dompu hanya sampai pada tataran mimpi saja, bahwa di daerah saya ada emasnya, padahal hal tersebut belum terjawab dengan pasti,” tukasnya.
Jadi, ditegaskannya bahwa sekarang ini terkait dengan masalah tambang emas itu baru pada tahap eksplorasi, kalau sudah ada hasilnya pasti akan dilakukan expo sehingga semua tahu jelas permasalahannya bahwa ditempat mana ada potensi tambang tersebut dan diperkirakan depositnya ada berapa dan lain-lainya. “Untuk kedepannya kami pihak eksekutif telah bersepakat dengan legislative untuk mencari informasi Perda terkait dengan masalah tersebut di daerah-daerah lain sebagai bahan perbandingan sehingga nantinya Perda yang dihasilkan memberikan manfaat yang lebih untuk daerah kita,” terangnya. Menurutnya, Sumbawa Timur Maining yang memegang kontrak yang ditanda tangani oleh Presiden Soeharto.
Makanya ditegaskannya juga bahwa kedudukannya sebagai Bupati Dompu yang juga merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat tidak berposisi untuk menolak maupun menerima.
“Bahkan sampai sekarang ini siapa yang punya Sumbawa timur Maining itu saya tidak tahu. Jadi mereka datiag berdasarkan kontrak kerja yang diterbitkan sejak tahun 1998. Dan kontrak tersebut sedang dilakukan mekanisme hukum untuk ditinjau kembali, karena kita baru sadar bahwa kontrak kerja itu banyak merugikan Bangsa Indonesia, merugikan daerah dimana tambang itu berada. Jadi bagaimanapun juga Dompu ini bagian dari Propinsi NTB dan bagian dari Negara kesatuan republik Indonesia. Jadi ada level-level hukum yang harus kita ikuti. Jadi kalau sekarang anda menanyakan saya menolak atau tidak menolak tambang? Saya tidak dalam posisi seperti itu saya adalah perpanjangan tangan pemerintah Pusat. Jadi saya tidak bisa menilai ataupun menolak dan menerima tambang tersebut karena itu wewenang pemerintah pusat,” tandasnya.
Di sisi lain, mengenai program Pijar, ternak Sapi, tanam Jagung dan Rumput Laut bukan hal yang baru bagi masyarakat Dompu. Berbicara masalah Sapi, sambung Bupati, dirinya tidak pernah menghimbau kepada masyarakat untuk membuat kandang atau kelompok ternak. Dinas peternakan Dom¬pu atas persetujuan dinas peternakan Propinsi melakukan ferivikasi terhadap semua kelompok. “Dari berbagai aspek dinilai baru ditentukan siapa yang layak untuk mendapatkan bantuan sapi tersebut. Atas prestasi selama ini untuk tahun 2011 ini kabupaten Dompu mendapatkan kucuran dana melalui Propinsi dari pusat sebesar 13,2 milyar, dan uang tersebut tidak masuk lewat rekening pemerintah daerah tetapi langsung masuk ke rekening kelompok ternak,” ucapnya.
Kemudian mengenai persoalan jagung, sehari sebelum dilantik sebagai Bupati Dompu 18 Oktober 2010, pihaknya sudah launching satuan kerja (Satlak) PIJAR dimana di dalamnya ada unsur pemerintah dan komponen masyarakat. “Semuanya ada di situ, kemudian pada tahap awal target kami tanam jagung itu 6500 ha, bibit yang tersedia dari pusat hanya untuk 3500 ha, tetapi karena antusiasme masyarakat target yang hanya 5600 menjadi 18000 ha. Jadi kalau ada yang bilang bahwa program itu dipaksakan itu tidak benar dan memang kedepanya kami akan paksakan juga dikemudian hari karena terbukti efektif membantu masyarakat.
Kemudian ada isu yang berkembang bahwa bibit jagung itu hanya diperuntukan untuk orang berdasi saja, yang menjadi ukuran kami itu bukan siapa yang menda¬patkan bibit jagung tetapi yang menjadi standar adalah siapa yang siap menanam bibit itu, dan siapapun orangnya kami tidak perduli. Jadi yang dihitung oleh pemerintah pusat itu adalah luas areal yang ditanam.
Jadi tidak mungkin kami memberikan kepada orang yang tidak mau menanam walaupun itu petani sekalipun. Begitupun masalah rumput laut, di Kesi dan masya¬rakat di Pulau Bajo sekarang mengeluhkan karena kurangnya ruang kosong sebagai tempat untuk menjemur rumput laut ini menandakan keberhasilan mereka dalam budidaya rumput laut.
Jadi semua itu lang¬sung dinikmati oleh rakyat, sedangkan peme¬rintah tidak menda¬patkan apa-apa karena baik komoditas Jagung, Sapi apalagi Rumput Laut itu tidak bisa di pajak,” imbuhnya. Sedangkan untuk memperbaiki jalan, irigasi dan lain-lain itu uangnya dari mana? Yang harus dipahami bahwa roda perekonomian di Indonesia bahkan dunia hampir 95 persen nya itu digerakkan oleh sector tambang.
“Sedangkan mengenai kehawatiran kita tentang tambang yang akan merusak masa depan kita, maka hal tersebut menjadi pekerjaan bersama kita bagaimana membuat sector tambang tersebut ramah lingkungan. Untuk itu, saya mengharapkan kedepannya apabila ada permasalahan apapun silahkan disampaikan kepada kami, baik itu lewat ketemu langsung maupun lewat tulisan kalau langkah-langkah tersebut te¬lah dila¬kukan dan tidak mendapatkan respon baru¬lah langkah demo semacam ini dilakukan. Kalau hal-hal tersebut dilakukan secara elegan saya kira hasilnya akan lebih baik bukan berarti saya alergi terhadap demo, tetapi lakukan kritikan yang lebih produktif dengan data-data yang konkrit sehingga kita bisa sama-sama memperbaikinya.Hal ini saya sampaikan karena saya menginginkan berita tentang kabupaten Dompu yang menye¬bar kemana-mana itu adalah berita Dompu yang aman, nyaman bagi siapapun yang datang termasuk bagi investor-investor yang ingin menanamkan modalnya di Dompu,” tandasnya. (GA. 321*)
×
Berita Terbaru Update