-->

Notification

×

Iklan

Kemampuan Legal Drafting di Daerah Dinilai Masih Lemah

Wednesday, August 3, 2011 | Wednesday, August 03, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-08-03T04:08:06Z
Mataram, Garda Asakota.-
Lemahnya pengetahuan dan pemahaman ilmu tentang perancangan peraturan per¬undang-undangan di daerah dapat berakibat fatal terhadap efektivitas pelaksanaan suatu Peraturan Daerah yang dibentuk.
Apalagi, jika dalam pembentukan Perda tersebut pelibatan masyarakat yang mene¬rima dampak dari adanya suatu peraturan yang dilahirkan kurang dilibatkan, akan berakibat fatal terhadap pelaksanaan peraturan di daerah. Salah seorang dosen senior Fakultas Hukum di Universitas Mata¬ram (Unram)
NTB, H. Sofwan Abubakar, SH., M. Hum., mengungkapkan bahwa se¬panjang pengamatannya selama ini meyang¬kut Legal Drafting, baik DPRD Kabupaten/Kota, maupun di Pemda Kabupaten/Kota di NTB, rata-rata lemah dalam ilmu legal drafting atau ilmu tentang perancangan peraturan perundang-undangan.
Untuk memahami legal drafting ini harus dipahami tentang Teori Hukum, Teori Perundang-undangan, asas-asas Hukum, asas pembentukan peraturan perundang-undangan. “Itu semua harus dipahami. Orang yang berlatar belakang Ilmu Hukum saja, tetapi kalau tidak memahami apa yang saya sebutkan itu, maka tentu saja tidak akan bisa memahami legal drafting,” papar pria kepada Garda Asakota di kediamannya di Pajeruk Mataram belum lama ini.
Sehingga banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat didaerah itu, katanya, banyak yang mengambil atau copy paste dari daerah lain. Bisa saja dilakukan copy paste, akan tetapi substansinya harus dise¬suaikan dengan kondisi dan kebutuhan di daerah. Di Pemerintah Daerah, menurutnya, kelemahan yang paling utama itu, tidak adanya perancang peraturan perundang-undangan. Banyak yang sudah mendapatkan teori-teori dan pelatihan, namun ketika masuk dalam praktek perancangannya masih sangat lemah. “Apalagi, kebijakan mutasi yang cenderung tidak didasari atas kompetensi dan kaderisasi yang baik mengakibatkan kian lemahnya aparatur yang memiliki kapasitas untuk hal ini. Ada yang sudah ahli, tapi digeser ketempat yang lain oleh karena adanya intervensi-intervensi lain,” kata Sofwan.
Sebelum dibuatkan rancangan peraturan daerah, lanjutnya, maka sebelumnya harus dibuatkan suatu naskah akademiknya terlebih dahulu yakni suatu kajian terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat yang membutuhkan pengaturan.
“Naskah akademik itu paling tidak memuat tiga hal yakni aspek filosofis yang melihat kebutuhan masyarakat dikaitkan dengan aspek keadilan masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-un¬dangan. Jadi bukan hanya kebutuhan pemerintah dalam pembentukan peraturan, akan tetapi juga harus dilihat kebutuhan masyarakat. Hal lain yakni aspek yuridis yakni menyangkut apa yang menjadi dasar hokum pembuatan peraturan tersebut. Dan yang terakhir adalah dari aspek sosiologis yakni melihat permasalahan-permasalahan social yang terjadi di masyarakat sehingga dibutuhkan peraturan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat tersebut,” paparnya.
Dari beberapa daerah Kabupaten/Kota di NTB ini yang dilihat sudah mengajak publik, paska reformasi ini, untuk berpar¬tisipasi dalam pembentukan Perda adalah Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram, Lombok Tengah, serta Lombok Timur.
“Mereka mengajak para stakeholder yang ada di daerah untuk turut berpartisipasi dalam pembentukan Perda, meski masih dalam kalangan terbatas karena alasan anggaran,” cetusnya. Perlunya masyarakat berpartisipasi dalam pem¬bentukan Perda ini, karena mere¬kalah pe¬mangku kepentingan di daerah. “Masyarakatlah yang nanti akan menerima dampak dari pemberlakuan peraturan perundang-undangan,” tandasnya. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update