-->

Notification

×

Iklan

Kebijakan Mutasi, Pemkab Bima Sebaiknya Jangan Emosionil

Tuesday, August 16, 2011 | Tuesday, August 16, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-08-16T05:13:22Z
Bima, Garda Asakota.-
Mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejatinya adalah hak prerogative yang mut¬lak dimiliki seorang Pemimpin atau Kepala Daerah. Penggunaan hak memutasi atau merotasi setiap PNS akan dilakukan oleh seorang Pemimpin berdasarkan kebijaksa¬naan yang dimilikinya dengan memandang berbagai variabel peniliian yang melingkupi kinerja setiap bawahan yang dinaunginya.

Meski pada awal pengangkatan PNS, setiap PNS wajib mengangkat sumpah un¬tuk mau ditempatkan dimanapun di wilayah NKRI. Namun, dalam era desentralisasi atau otonomi daerah ini, konsep itu tidak lagi efektif untuk dilakukan.
Pendekatan pengangkatan dan penem¬patan PNS dalam era otonomisasi selalu dihubungkan dengan aspek asal-usul kedae¬rahan darimana seorang PNS itu berasal. Tujuannya adalah agar setiap PNS lebih mudah beradaptasi dan menjalankan tugas¬nya sesuai dengan kultur yang berkembang didalam masyarakat itu sendiri.
Saat sekarang, banyak sekali ditemukan fakta atau kenyataan bahwa penempatan PNS tidak lagi dilakukan berdasarkan per¬tim¬bangan-pertimbangan ideal yang meling¬kupi berbagai aspek pertimbangan.
Acapkali kebijakan mutasi itu dilakukan berdasarkan pertimbangan emosionil pada saat perbedaan moment Pemilukada Lang¬sung. Parahnya lagi ada yang menyebutkan bahwa kebijakan memutasi itu dilakukan berdasarkan dendam politik kelompok-kelompok tertentu terhadap PNS-PNS yang dianggap mbalelo atau tidak mendukung pasangan Kepala Daerah yang kebetulan memenangkan Pemilukada.
Pada tanggal 8 Agustus lalu, salah satu fakta mutasi yang menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat adalah mutasi dua (2) orang tenaga pengajar atas nama Nurilam yang mengabdi di TK SDN 01 Maria Kecamatan Wawo dan salah seorang guru yang mengabdi di SDN Inpres Lesu Kecamatan Wawo atas nama Nafisah dalam ruang lingkup institusi Pemkab Bima.
Dua orang guru ini harus menelan pil pahit dimutasi di Kecamatan Sanggar yang jaraknya sangat jauh dari tempat asal mereka. Menurut salah seorang Akademisi yang mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Mbojo Bima, Kama¬luddin, S. Sos., kebijakan mutasi yang dila¬ku-kan oleh para petinggi di jajaran Pemkab Bima itu tentu saja akan berdampak buruk terhadap tingkat professionalisme PNS.
“Mereka tentu saja tidak akan bisa bekerja secara professional karena berada ditempat yang sangat jauh dari keluarganya. Mestinya, aspek-aspek seperti ini harus dipertimbangkan oleh para petinggi di Pemkab Bima sebelum melakukan suatu kebijakan yang pada akhirnya kontra produktif bagi kemajuan dan pembangunan daerah,” nilai Kamaluddin kepada Garda Asakota belum lama ini.
Kebijakan untuk memutasi atau merotasi setiap PNS itu, kata Kamaluddin, semesti¬nya harus mempertimbangkan berbagai aspek penting termasuk dalam hal ini adalah aspek jauhnya jarak tempuh yang harus dilewati oleh setiap PNS ini. “Bayangkan mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh dari Kecamatan Wawo ke Kecamatan Sanggar. Tentu sangat melelahkan dan ini tentu akan mempengaruhi kualitas fisik tenaga pengajar itu sendiri yang kemudian akan berdampak pada tidak maksimalnya pelaksanaan tugas yang akan mereka lakukan. Yang menjadi pertanyaannya disini adalah apakah tidak ada tenaga pengajar yang berkompoten di Kecamatan Sanggar itu sendiri, apakah pemerintah selalu meng¬atas namakan mutasi adalah kebutuhan, sehingga psikologis kedua tenaga pengajar tersebut dikesampingkan.
Lalu apakah mutasi ini hanya berlaku terhadap dua orang saja, seperti kedua tenaga pengajar tersebut, kenapa tidak di rolling semua guru biar tidak ada pihak yang merasa di rugikan,” kritik Kamaluddin.
Pihaknya sangat mengkhawatirkan jika kebijakan yang dilakukan itu didasari oleh motif politis dari sebuah kelompok yang berkuasa, maka bisa dipastikan perjalanan pemerintahan tetap tidak akan bisa stabil karena cenderung mempertahankan konflik.
“Dan implikasinya jelas bahwa PNS yang juga termasuk bagian dari masyarakat akan selamanya tetap menjadi korban karena konflik yang dipelihara seperti ini,” tandasnya. (GA. 334*).
×
Berita Terbaru Update