-->

Notification

×

Iklan

Tender Proyek Dikpora Senilai Rp17 Milyar Diwarnai Kericuhan

Tuesday, July 19, 2011 | Tuesday, July 19, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-07-19T06:22:48Z
Panitia Dituduh Diskriminatif
Bima, Garda Asakota.-
Tahun Anggaran 2011 ini Dinas Pendidikan, Kebudayaan, dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima sedang melaksanakan proses tender tenam (6) paket proyek pengadaan buku dan alat peraga senilai Rp17 Milyar lebih melalui panitia ULP (Unit Layanan Pengadaan) Pemkab Bima. Sayangnya, pada saat pembukaan penawaran yang diikuti belasan kontraktor di gedung Paruga Parenta, Rabu (13/7), diwarnai kericuhan dan aksi protes. Sebagian peserta memprotes penambahan syarat pelelangan yang mewajibkan peserta penawaran untuk membawa bukti 90 persen fisik pengadaan.

Penambahan syarat penawaran ini dituding oleh peserta dibuatkan secara sepihak oleh pihak panitia tanpa melibatkan peserta tender. “Padahal sehari sebelum dibuat addendum itu, peserta tender dan panitia telah sepakat untuk tidak membawa bukti barang, tahu-tahu sekarang disyaratkan harus. Ini namanya diskriminatif, karena apa yang telah menjadi kesepakatan tidak dijunjung tinggi,” protes salah satu kontraktor, Drs. Usman Abdullah, didukung para peserta tender lainnya.
Pihaknya menegaskan komitmennya untuk tidak memasukan bahan penawaran, karena mereka menjunjung tinggi kesepakatan sebelumnya. “Kami tidak akan menerima addendum II yang dibuat sepihak oleh panitia,” tegasnya.
Ir. Khairil dan kontraktor lainnya, juga mempertanyakan hasil addendum II yang dibuat oleh panitia. Kelihatannya, pihak panitia tender mengada-ada adendum tersebut, karena dasar hukumnya tidak jelas dan bertentangan dengan Perpres 54 tahun 2010. “Yang kami pertanyakan, kenapa muncul addendum II, ada apa?.
Adendum itu harus dirubah, karena jelas-jelas diskriminatif. Apa dasar dari addendum II,” ucapnya dengan nada tinggi seraya menyatakan dirinya bersama para kontraktor lain untuk walk-out dan keluar dari ruangan. “Kalau panitia caranya begini, kami lebih baik keluar ruangan, karena panitia diskriminatif,” cetusnya.
Pantauan langsung wartawan, proses pembukaan penawaran itu selain dihadiri para kontraktor local, juga diikuti oleh sejumlah kontraktor dari luar daerah seperti Kota Mataram dan Jakarta. Melihat cara kerja panitia ULP, sejumlah kontraktor tersebut merasa heran dan kecewa, karena ada kesan panitia mempersulit masuknya kontraktor lain.
“Sudah jauh-jauh dari Jakarta hasil seperti ini?, ini ada indikasi akan megarahkan pemenangnya ke kontraktor tertentu,” cetus Agus, dari PT. Luna Jakarta.
Sementara itu, menurut informasi lain yang diperoleh Garda Asakota, selain addendum II yang dipertanyakan peserta, persoalan yang berkaitan dengan legalitas kepanitiaan ULP yang di SK-kan oleh Bupati Bima Propinsi NTB, H. Ferry Zulkarnain, juga dipertanyakan. Diduga, keanggotaannya tidak memenuhi syarat sertifikasi sebagaimana amanat Perpres 54 tahun 2010. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada keabsahan pelaksanaan penawaran/tender yang ada di wilayah Kabupaten Bima, apalagi pembentukan ULP itu hanya sebatas dikeluarkan Bupati Bima tanpa ada payung hukum lainnya berupa Peraturan Daerah (Perda).
Menanggapi berbagai aksi protes yang dilancarkan para kontraktor, Ketua ULP Pemkab Bima, Fahrudin, ST, MT, tidak bergeming. Berkali-kali dia malah menegaskan bahwa, agenda saat itu adalah pembukaan penawaran bukan ruang untuk melakukan sanggahan. Dia menegaskan bahwa, bila ada kontraktor yang tidak setuju dengan addendum, disilahkan untuk mengajukan sanggahan. “Itu hak bapak-bapak. Mekanismenya, ada ruang sanggahan. Silahkan manfaatkan itu, kita akan hormati,” katanya enteng.
Fahrudin mengaku tidak akan berdebat kusir soal itu, karena sesuai mekanismenya sudah ruang bagi para kontraktor untuk mengajukan keberatannya. “Saya tidak ingin debat kusir,” cetusnya didampingi dua anggota ULP lainnya. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update