-->

Notification

×

Iklan

Sebelumnya, Ledakan di Ponpes UBK Tewaskan Seorang Ustadz

Tuesday, July 19, 2011 | Tuesday, July 19, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-07-19T06:24:21Z
Bima, Garda Asakota.-
Akhir-akhir ini, insiden demi insiden terjadi di wilayah Kabupaten Bima. Nama daerah yang dinakhodai oleh Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain ini, terus mencuat baik di tingkat regional, nasional bahkan sampai ke manca Negara. Di Kabupaten Bima, perhatian sangat mencolok tertuju pada Ponpes Umar bin Khatab (UBK), mengingat 30 Juni lalu seorang santrinya bernama Sakban Abdurahman (17) dilaporkan telah membunuh seorang anggota Polsek Bolo, Bripka Rokhmad Syaifudin (29).

Apalagi, beberapa hari pasca tragedi tersebut, sebuah insiden yang sangat menggemparkan terjadi di Ponpes UBK, asal santri tersangka pembunuh aparat Polsek Bolo tersebut. Sekitar pukul 15.00 Wita, Senin sore (11/7), warga dikejutkan oleh bunyi  ledakan yang cukup besar disertai asap mengepul di dalam ruangan di Ponpes UBK Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Diduga kuat, ledakan itu terjadi karena ledakan rakitan bom.
Bahkan, akibat ledakan itu seorang anggota Ponpes Umar Bin Khatab, Firdaus, bendahara pondok, warga O’o Kabupaten Dompu, ditemukan tewas menggenaskan. Adanya korban tewas ini, baru diketahui setelah H. Abdullah Rajak, yang merupakan salah seorang kerabat dari korban pada hari itu datang untuk menjenguk sekaligus berniat mengambil jenazah, yang rencananya akan dikuburkan di tanah kelahirannya Desa O’o Kabupaten Dompu.
Pasca ledakan itu, berbagai dugaan-pun bermunculan, awalnya dianggap ledakan gas elpiji atau ledakan kompor minyak tanah. Akan tetapi keterangan aparat kepolisian mengatakan bahwa ledakan itu adalah ledakan sebuah bom rakitan.
Untuk mengungkap apa sebenarnya yang terjadi di Ponpes UBK ini, secara persuasive, aparat kepolisian berupaya mendekati sumber ledakan, meskipun harus berhadapan dengan para santri UBK dan tenaga pengajarnya. Lebih dari 24 jam setelah ledakan bom, petugas kepolisian belum juga bisa masuk ke kawasan Ponpes UBK, lantaran masih dihalangi oleh para santri dan sejumlah tenaga pengajar yang diketahui memakai senjata tajam. Meskipun demikian, Polda NTB yang saat itu langsung menerjunkan 1 pelton aparat Brimob kompi 4 Bima, 1 pelton Dalmas dan 1 pelton aparat TNI Danramil Bolo, terus berupaya mendekat dan mengepung pesantren yang dihuni sekitar 49 santri dan pengurus pesantren itu.
Kepolisian lebih memilih mengedepankan cara persuasif, yakni pembicaraan dengan pimpinan pesantren yang ada di dalam ponpes. Langkah ini diambil untuk menghindari jatuh korban jika kepolisian mengambil langkah represif dengan memaksa masuk ke dalam pesantren. Alasan lain yang membuat polisi tidak gegabah masuk paksa ke dalam area pesantren, karena ada kekhawatiran penghuni pesantren masih memiliki bom lain dan digunakan untuk menyerang petugas.
Dugaan itu terbukti, setelah aparat kepolisian berhasil menerobos masuk ke Ponpes, sebanyak 12 kali ledakan terdengar. Meskipun daya ledaknya tidak begitu kuat, tapi suara itu cukup mengagetkan warga sekitar. Menurut informasi di TKP, ledakan susulan kali pertama terdengar sekitar pukul 16.00 Wita, setelah itu, selang beberapa menit, serentetan ledakan terdengar hingga diperkirakan mencapai 12 kali.
Ledakan diduga berasal dari bom molotov. Di dalam ponpes memang diketahui banyak bertebaran sisa bahan peledak. Polisi juga menemukan tiga bom lain, belum lagi benda-benda berbahaya lainnya seperti panah dan parang. Polisi juga menemukan sejumlah botol berisi kabel dan pasir di beberapa tempat di dalam ponpes. Hanya saja, saat terjadinya ledakan itu, Ponpes UBK sudah sepi ditinggalkan pengasuh dan santrinya. Banyaknya barang bukti yang menjurus ke arah Islam Radikalisme di Ponpes UBK (seperti 165 anak panah, 40 ketapel, 26 bom molotov, dua perangkat komputer, tiga telepon seluler, yang diduga akan digunakan sebagai detonator, empat baterai, satu adaptor, sejumlah paku, dinamo, tumpukan korek api, serta 800 keping lebih VCD dan berbagai macam buku berbau jihad, serta rompi seragam laskar JAT), menimbulkan tanggapan yang beragam dari berbagai unsur sebagaimana diberitakan berbagai media massa. Bahkan Menteri Agama RI Suryadharma Ali dalam pernyataannya mengatakan bahwa Ponpes UBK tidak mencirikan sebagai Ponpes sebab hanya dipimpin oleh level seorang ustaz, kesehariannya bersifat ekselusive tidak berbaur dengan masyarakat sekitar, dan bahkan bantuan dari pemerintahpun mereka tolak dan yang lebih utama lagi tidak memberikan pengaruh yang baik kepada kehidupan masyarakat. “Lebih tepatnya Ponpes UBK disebut pusat penggemblengan radikalisme,” tegasnya. Senada dengan pernyataan Menteri Agama RI, Gubernur NTB, DR. TGH. Zainul Majdi, Jumat (15/7) menegaskan bahwa Ponpes Umar bin Khatab bukan pesantren melainkan kamp, dimana keberadaannya ilegal.
Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun Garda Asakota, terkait kasus ledakan bom ini, Polri berhasil mengamankan 11 orang dari Ponpes UBK. Dan bahkan pada Jumat siang (15/7), Pimpinan Ponpes UBK, Ustadz Abrori, berhasil diringkus di kediaman orang-tuanya Desa Kananga Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Siang itu juga, Abrori langsung diterbangkan ke Polda NTB untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Keberhasilan aparat kepolisian menangkap pimpinan Ponpes UBK merupakan kabar yang menggembirakan. Salah seorang masyarakat mengatakan bahwa dengan tertangkapnya Ust. Abrori rasa was-was terhadap terjadinya lagi kelanjutan dari insiden bom akhir-akhir ini dapat berkurang, sehingga mereka tidak terlalu khawatir lagi.
Sementara itu, Kades Sanolo Kabupaten Bima, Ridwan Yusuf, mengaku sebagai kepala wilayah di desanya benar-benar tidak mengetahui aktivitas yang sebenarnya di dalam pesantren, karena diakuinya para santri maupun pengurusnya sangat tertutup. Dari hasil pendataan pihaknya, warga desa Sanolo tidak ada seorangpun yang menjadi santri dalamnya.
“Kami berharap kedepannya kalaupun pesantren ini dibuka kembali agar benar-benar menjadi pesantren sesuai dengan peruntukannya, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Selain itu agar departemen agama benar-benar bisa mengontrol aktivitas yang dilakukan oleh pesantren yang ada,” harapnya. (GA. 321/212*)
×
Berita Terbaru Update