-->

Notification

×

Iklan

LHPK BPK RI

Wednesday, July 13, 2011 | Wednesday, July 13, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-07-13T00:01:48Z
Ditemukannya sejumlah persoalan dalam tata pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi oleh pihak BPK RI sebagaimana yang termuat didalam Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan (LHPK) BPK RI akhir-akhir sangat menarik perhatian publik. Sejumlah organ mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) NTB Raya serta elemen pergerakan mahasiswa lainnya pun secara langsung mengekspresikan
kekecewaannya terhadap pengelolaan keuangan pemerintah dengan melakukan aksi keprihatinan. Sejumlah elemen pergerakan mahasiswa itu pun menuntut Pemprov NTB agar segera melakukan upaya perbaikan dan segera bersikap tegas terhadap para aparatur birokrasi yang gagal melakukan tugas dan kewajiban untuk menjaga citra baik pemerintah di mata publik dalam menyumbangkan kinerja yang baik sesuai amanah yang diamanatkan UU. Sebagaimana UU Nomor 15 tahun 2004 mengatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara, pemeriksaan itu dilakukan sebagai sebuah upaya dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan pengelolaan keuangan Negara yang tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Dalam catatan publik, dua pemerintahan daerah di NTB ini seperti Pemprov NTB dan Pemkot Bima mendapatkan predikat disclaimer dari BPK RI. Bahkan, BPK RI menemukan adanya sinyalemen-sinyalemen penggunaan uang Negara yang tidak sesuai dengan UU dan dapat merugikan Negara. Dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, seperti tertuang didalam UU Nomor 15 tahun 2004 misalnya pada pasal 14, BPK diberikan kewenangan untuk melaporkan adanya temuan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang, dan jika dianggap bahwa kerugian Negara itu wajib untuk dikembalikan kepada Negara, maka pada pasal selanjutnya diatur bahwa BPK harus menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan barang atau kas yang terjadi setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan Negara/daerah. Meski kemudian UU memberikan ruang bagi bendahara untuk melakukan pembelaan terhadap apa yang menjadi temuan BPK tersebut. Dan apabila pembelaannya ditolak oleh BPK, maka BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian Negara atau daerah kepada bendahara yang bersangkutan.
Proses penyelesaian kerugian Negara atau daerah itu pun batas yang diberikan oleh UU adalah selama 60 hari sejak diketahui adanya kerugian Negara yang ditimbulkan. Permasalahan pengelolaan keuangan di Pemprov NTB menurut BPK RI telah ditemukan sejak tahun anggaran 2009 lalu, jadi ada sekitar 508 kasus atau temuan yang menjadi persoalan utama di Pemprov NTB. Begitu pun kira-kira yang terjadi di Pemkot Bima. Pertanyaan kemudian yang muncul adalah apakah amanat UU Nomor 15 tahun 2004 ini telah dilaksanakan secara optimal?. Dengan terjadinya fenomena seperti ini, maka jawabannya dalam aspek penindakan belum maksimal dilakukan. Apalagi khusus yang berkaitan dengan pembebanan penggantian kerugian kepada bendahara yang bersangkutan dan menyangkut teknis pelaporan temuan-temuan yang mengandung unsur pidana.
Lalu bagaimana sikap DPRD menyikapi permasalahan ini? Apakah lembaga ini tidak akan menggunakan kewenangan yang diberikan oleh UU ini dalam kerangka menindaklanjuti LHPK BPK RI tersebut dengan meminta BPK RI untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan melaksanakan UU yang dimaksud?. Wallahu’alam Bissawab*).
×
Berita Terbaru Update