-->

Notification

×

Iklan

Laporan Keuangan Pemprov NTB Tahun 2010, Disclaimer

Wednesday, July 6, 2011 | Wednesday, July 06, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2018-01-18T12:46:23Z
Mataram, Garda Asakota.-

Laporan Keterangan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah Provinsi NTB Tahun Anggaran 2010 mendapatkan Opini Disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Berdasarkan Laporan Hasil Pemerksaan (LHP) BPK RI perwakilan NTB terhadap laporan keuangan Pemprov NTB tahun 2010, terdapat pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang masih lemah. Diantaranya adalah yang terkait dengan ketidaksesuaian penyajian dengan standar akuntansi pemerintah,

kelemahan pengendalian internal, ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan serta tidak cukupnya pengungkapan laporan keuangan sehingga mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan pemprov NTB. “Terhadap kualitas laporan keuangan Pemprov NTB tahun 2010 yang menurun, BPK RI memberikan opini disclaimer atau tidak menyatakan pendapat. Opini ini lebih rendah dari opini yang diberikan BPK RI untuk laporan keuangan tahun 2009 yang beropini wajar dengan pengecualian,” kata anggota BPK RI, Dr. H. Rizal Djalil, usai memberikan laporan LHP kepada Ketua DPRD NTB dan Wakil Gubernur NTB dalam sidang Paripurna Istimewa yang digelar di gedung DPRD NTB Selasa (28/6) lalu.

Menurut Rizal, sejumlah akun yang menyebabkan penilaian itu muncul antara lain, temuan asset pemprov NTB yang terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya dengan nilai asset sebesar Rp 3 triliun.

Selain itu penerimaan dari hasil pengelolaan PT.DMB sebesar Rp12,8 milyar diketahui tidak didukung dengan data yang akurat, sehingga BPK tidak begitu menyakini adanya penerimaan tersebut. Ada juga temuan berupa utang pada pihak ketiga sebesar Rp1,23 milyar tidak dilaporkan dalam neraca dan penyajian asset lain senilai Rp4,6 milyar tidak didasari dengan dokumen yang lengkap.

Ia mengatakan, sejumlah temuan yang dipandang signifikan lainnya antara lain relasiasi pembayaran subsidi angkutan udara sebesar Rp 89 juta, tidak diyakini kebenarannya oleh BPK. Realisasi dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp100 juta lebih ternyata tidak diterima oleh orang yang berhak, pendapatan bunga deposito dikenakan pada pajak penghasilan, dimana seharus nya APBD/APBN tidak dikenakan pajak.

Khusus untuk program dana bansos, Rizal berpesan agar program ini bisa dilaksanakan dengan pola yang lebih transparan, karena tujuan pemda sangat baik yakni untuk membantu masyarakat miskin. Pihaknya tetap mendukung program ekonomi kerakyatan, namun yang menerima dana tersebut adalah orang yang berhak, bukan orang lain. Sebagaimana termuat dalam LHP BPK terhadap laporan keuangan Pemprov 31 Desember tahun 2009, BPK menemukan ada 508 kasus yang disinyalir merugikan daerah hingga mencapai angka Rp11,16 Miliar. BPK RI menemukan bahwa posisi kerugian daerah hingga 31 Desember 2009 mencapai 508 kasus yang seluruhnya senilai Rp 11,16 miliar. Beberapa persoalan seperti penyertaan modal pada PT. Daerah Maju Bersaing (DMB) dan pertanggungjawaban belanja hibah TIME 2009 juga mengemuka dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI untuk Tahun Anggaran 2009. LHP BPK RI atas Laporan Keuangan Pemprov NTB tahun 2009 dibacakan oleh Kepala BPK Perwakilan Nusa Tenggara Barat, Djoni Kirmanto, dalam sidang paripurna di DPRD NTB, Kamis (3/6) kemarin.

Saat itu, BPK memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atas laporan keuangan Pemprov NTB tahun 2009. “Dengan demikian, pemberian opini untuk tahun ini masih sama seperti tahun lalu, yaitu wajar dengan pengecualian. Kami harapkan kepada Gubernur NTB untuk melakukan pembenahan atas pengelolaan keuangan daerahnya,” ujar Djoni. Djoni juga menambahkan adanya sejumlah pengecualian atau kelemahan dalam laporan keuangan Pemprov NTB 2009.

Beberapa kelemahan itu adalah, kas di bendahara pengeluaran dan kas di RSU Provinsi NTB yang masih harus disetor ke kas daerah masing – masing sebesar Rp 2,83 miliar dan Rp 147,75 juta, tidak jelas keberadaannya. Ada juga saldo piutang pajak sebesar Rp 4,96 miliar, piutang bagian lancar tagihan penjualan anggaran / angsuran sebesar Rp 2,08 juta, piutang lainnya sebesar Rp 377,88 juta, investasi non permanen sebesar Rp 6,13 miliar, investasi permanen sebesar Rp 18,06 miliar, aset tetap sebesar Rp 2,96 triliun dan aset lain – lain sebesar Rp 19,89 miliar yang tidak dapat ditelusuri dan diuji. BPK RI juga menemukan kelemahan berupa aktifa - pasifa, pendapatan dan belanja instalasi farmasi yang tidak tercatat ke RSU Provinsi NTB. Selain itu, ada pula salah saji yang tidak dapat dikoreksi atas belanja barang dan jasa sebesar Rp 9,54 miliar dan belanja modal sebesar Rp 18,04 miliar.

Beberapa persoalan yang sudah diduga banyak kalangan akan masuk menjadi temuan BPK adalah penyertaan modal pada PT. DMB dan dana hibah TIME 2009. BPK menyatakan bahwa penyertaan modal Pemprov NTB tahun anggarap 2009 pada PT. DMB tidak ditetapkan dengan perda sehingga penyertaan modal tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang sah.

Sementara itu, pertanggungjawaban belanja hibah untuk kegiatan TIME 2009 juga dinilai BPK tidak sesuai dengan perjanjian hibah. “Sehingga terbukanya peluang penyalahgunaan sisa dana hibah yang tidak segera disetor ke kas daerah,” ujar Djoni. Selain dua poin tersebut, BPK juga menyertakan belasan poin lainnya yang mempengaruhi kelemahan sistim pengendalian intern Pemprov NTB dan kepatuhan terhadap peraturan perundang – undangan. Selain menilai laporan keuangan Pemprov NTB tahun 2009, BPK RI, menurut Djoni, juga melakukan pemantauan atas penyelesaian kerugian daerah. Berdasarkan hasil pemantauan, posisi kerugian daerah sampai 31 Desember 2009 adalah sebanyak 508 kasus dengan total kerugian daerah senilai Rp 11,16 miliar.

Menanggapi cap disclaimer yang dilekatkan oleh pihak BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemprov NTB Tahun Anggaran 2010, Gubernur NTB, Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, MA., melalui Kabag Humas Pemprov NTB. H. Lalu Muhammad Faozal, menjelaskan bahwa dalam satu sisi cap disclaimer ini merupakan sisi pembelajaran yang harus dipelajari oleh semua komponen yang ada di Pemprov NTB. “Sehingga yang harus dilakukan itu adalah melakukan upaya perbaikan dan perubahan. Oleh karenanya, penekanan Gubernur pada saat penyelenggaraan Rapim sudah jelas yakni semua SKPD diminta untuk mendalami segera dan mencari penyebab terjadinya disclaimer itu,” jelas Lalu Faozal kepada Garda Asakota, Minggu (3/7).

Saat ditanya wartawan terkait salah satu penyebab terjadinya disclaimer menurut BPK adalah belum mampunya Pemprov NTB menyelesaikan dugaan munculnya 508 kasus di tahun anggaran 2009 lalu, Lalu Faozal menjelaskan bahwa hal itulah yang kemudian akan diupayakan segera untuk diselesaikan. “Hal itulah yang kemudian akan dicari jalan untuk segera diselesaikan,” tandasnya. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update