-->

Notification

×

Iklan

Merasa Diperlakukan Tidak Adil, Busran Ngadu ke Propam Mabes Polri

Tuesday, June 21, 2011 | Tuesday, June 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-06-21T06:09:31Z
Mataram, Garda Asakota.-
Merasa diperlakukan secara sewenang-sewenang dan diskriminatif oleh oknum buser Polresta Bima, Busran H. Abidin, tersangka kepemilikan seberat sabu 0,2 mg yang dibekuk Polresta Bima belum lama ini, menyampaikan pengaduan dan keberatan terhadap tindakan oknum buser Polresta Bima kepada Propam Mabes Polri di Jakarta. Melalui surat pengaduan dan atau surat keberatan yang ditandatangani langsung oleh dirinya tertanggal 7 Juni 2011, pria yang dijerat Pasal 112 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika ini menilai tindakan oknum buser Polresta Bima yang telah menangkap dan melakukan penggeledahan terhadap dirinya sekitar pukul 15.00 wita tanggal 23 Mei lalu di kediaman Satriawan alias Awang, Kelurahan Santi Kecamatan Mpunda Kota Bima, merupakan suatu tindakan yang sewenang-wenang. “Saya merasa telah terjadi bentuk rekayasa kasus untuk diri saya. Dan saya tidak terima pernyataan anggota buser Polresta Bima yang menyatakan telah melihat saya menyimpan bungkusan plastik di atas tembok setinggi 2,30 meter pada saat saya turun dari sepeda motor di halaman rumah milik saudara Satriawan,” tegas Busran sebagaimana termuat didalam surat pengaduannya.
Menurut Busran, saat dirinya turun dari motor, berdasarkan pernyataan oknum anggota buser Polresta Bima, oknum anggota buser itu langsung memeluknya dari belakang tepat di sekitar pinggang perutnya. “Dan dia (oknum buser itu, red.) mengaku melihat saya agak meloncat dan menyimpan bungkusan plastik putih bening kecil diatas tembok setinggi 2,30 meter. Padahal fakta yang ada, tembok tersebut lebih tinggi dari badan saya, lantas bagaimana mungkin saya bisa dikatakan oleh oknum buser itu menyimpan bungkusan plastic sabu setelah sabu itu seberat 0,2 mg itu diambil sendiri oleh oknum anggota buser Polresta Bima. Dan yang lebih aneh lagi, saat oknum anggota buser itu berada dihalaman rumah milik Satriawan alias Awan, sebelum satu jam oknum buser itu menemukan sabu diatas tembok setinggi 2,30 meter itu, oknum anggota buser itu telah lebih awal melakukan penggeledahan pada rumah milik Satriawan dan di seluruh halaman rumahnya.
Busran mengaku merasakan adanya sesuatu yang ganjil dari ditetapkan dirinya sebagai tersangka, termasuk penahanan dirinya oleh pihak Polresta Bima. “Padahal berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan terhadap dirinya hasilnya adalah negative, tapi kok saya ditetapkan sebagai tersangka. Sementara, Satriawan yang hasil tes urine-nya positif, justru tidak ditahan oleh pihak Polresta Bima. Saya merasa telah terjadi diskriminasi perlakuan hukum antara diri saya dengan saudara tersangka Satriawan yang dinyatakan positif urine-nya mengandung sabu. Apakah ketidakadilan perlakuan hukum ini disebabkan oleh karena dia adalah anak mantan anggota Polri dan memiliki paman anggota Polri yang saat ini masih aktif di NTB sehingga ada pembedaan perlakuan seperti ini?,” sorot Busran.
Didalam surat yang dilayangkannya itu, Busran juga menguraikan secara lengkap kronologis kejadian penggeledahan dan penangkapan dirinya, menurutnya, sekitar pukul 23.00 wita tanggal 22 Mei 2011, ada telpon masuk ke handphonenya sebanyak 12 kali panggilan tidak terjawab. Setelah dicek dipagi harinya tanggal 23 Mei 2011 ternyata yang missed call itu adalah handphone dengan nomor 085338079999 yang disinyalir milik saudara Satriawan alias Awang. Sekitar jam 15.00 Wita, tanggal 23 Mei 2011, Busran mendatangi rumah Satriawan dan menanyakan terkait dengan ada apa dirinya ditelpon.
Sesampainya dirumah Satriawan yang terletak di Kelurahan Santi Kecamatan Mpunda, dirinya disambut oleh Satriawan dan istrinya yang bernama Nining. Kemudian Nining menyuruh Satriawan membelikan sebungkus nasi di RM. Arema Santi. Setelah membeli nasi bungkus, Satriawan mengajak Busran jalan-jalan ke Kampung Salama, sesampainya di jembatan Kampung Salama, Satriawan mengajak dirinya kembali ke kediaman Satriawan di Santi.
Saat mereka berada didepan rumah Satriawan, muncul dua (2) orang yang tidak dikenalinya dan langsung menyapa Satriawan dengan mengatakan, “Awan sebentar,” seraya menepuk bahu Satriawan.
Busran saat itu bertanya pada Satriawan, dan dijawab oleh Satriawan “Teman saya,” kata Satriawan. Saat itu, Busran melihat Satriawan sempat merangkul bahu temannya itu yang belakangan diketahuinya ternyata merupakan oknum buser Polresta Bima. Setelah itu, Busran mengaku masuk kedalam halaman rumah Satriawan dengan mengendarai motor beat warna biru menuju ke WC pekarangan rumah milik Satriawan dengan maksud ingin membuang hajat. Saat saya turun dari motor hendak masuk ke dalam WC, tiba-tiba oknum Buser itu dengan memeluk saya dari belakang langsung mengatakan “Ikut saya ke teras rumah,” dan memerintahkan saya duduk di teras.
Setelah dirinya duduk di teras, saat bersamaan, Satriawan dengan temannya (oknum anggota buser itu) datang menghampirinya dan ketika itu dirinya mengaku sempat melihat Satriawan dan dua orang temannya itu bicara bertiga dan nampak sangat akrab. Bahkan dirinya melihat antara mereka saling senyum dan tos-tosan tangan. Namun, Busran mengaku tidak tahu persis apa yang mereka tengah bicarakan karena jarak dirinya dengan Satriawan dan dua orang temannya itu berjarak lebih kurang lima (5) meter. Setelah itu, menurut Busran, tiba-tiba Satriawan mendatangi dirinya dan meminta uang sebesar Rp500 ribu untuk diberikan kepada anggota buser itu.
Kemudian Satriawan kembali ketempat temannya dan menyerahkan uang sebesar Rp500 ribu tersebut, namun oknum anggota buser itu tidak mau menerima uang tersebut. Lalu Satriawan kembali ke Busran dan mengatakan oknum anggota buser itu tidak mau menerimanya karena nilainya sedikit dan tidak sebanding dengan barang.
Setengah jam kemudian, tiba-tiba satu per satu anggota buser Polresta Bima yang lainnya muncul dan jumlahnya diperkiran mencapai sepuluh orang. Tanpa basa basi mereka melakukan penggeledahan rumah Satriawan, dari mengelilingi belakang rumah hinga pekarangan rumah.
Satu jam kemudian, ditempat itu muncul anggota Polresta Bima dan warga masyarakat Santi yang datang menyaksikan dan diperlihatkan ada satu bungkus plastic yang isinya serbuk kristal yang diduga sabu dan dikatakan ditemukan diatas pagar rumah Satriawan setinggi 2,30 m yang diduga milik Busran. Busran juga melihat sebuah alat bong yang diperlihatkan oleh petugas Polresta Bima yang diambil dari di tong sampah dalam bungkusan kresek warna hitam bercampur dengan nasi.
Dari uraian kronologis yang dibuatnya itu, Busran kemudian menegaskan bahwa dirinya secara tegas telah menyatakan di dalam BAP penyidik Satnarkoba Polresta Bima tidak merasa memiliki, menyimpan, dan menguasai barang bukti berupa serbuk kristal yang diduga sabu seberat 0,2 mg.
“Dan kenapa pada saat dilihat oleh oknum buser Polresta Bima tidak menangkap tangan dan memerintahkan saya untuk mengambil barang?. Tapi di TKP faktanya berbeda bahwa setelah satu (1) jam kemudian digeledah mengelilingi sekitar areal kebun baru menemukan barang bukti tersebut diatas tembok setinggi lebih kurang 2,30 meter. Bahkan penetapan saya sebagai tersangka dan penahanan saya hanya didasari pada satu alat bukti berupa keterangan saksi tanpa didukung oleh alat bukti lainnya yang dapat membuktikan kepemilikan barang bukti tersebut.
Oleh karenanya, saya dan keluarga mengajukan permohonan pada Kapolresta Bima untuk digelar rekonstruksi di TKP dihadapan media pers, LSM, dan masyarakat secara terbuka, tapi sungguh aneh Kapolresta Bima menolak permintaan ini. Ini menambah besarnya kecurigaan saya dan keluarga terhadap penangkapan dan penahanan saya sampai hari ini,” cetusnya.
Advokat senior NTB, Umaiyah SH., MH., juga menyesalkan tidak ditahannya Satriawan alias Awan yang dinilai berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium positif urinenya menggunakan Narkoba jenis sabu. “Itu keliru, apalagi sudah positif urine-nya menggunakan Narkoba jenis sabu, tapi tidak ditahan, sementara yang ditahan hasil laboratorium negative urine-nya. Maka ini saya sarankan untuk dipraperadilankan karena sudah jelas-jelas menyimpang melakukan penyidikan seperti ini. Ini yang disebut penyimpangan dalam proses hukum,” terang Umaiyah yang saat ini menjabat sebagai Ketua KAI NTB kepada wartawan, (Kamis 16/6), saat ditemui diruang kerjanya.
Definisi penguasaan itu, kata Umaiyah, ketika barang bukti itu ditemukan berada di kantongnya atau didalam diri seseorang yang ditangkap itu. “Kalau ditemukan ditembok misalnya, itu tidak ada kaitannya, apalagi tempatnya bukan merupakan rumah milik si Busran ini. Kalau menurut saya ini harus di praperadilankan, karena telah salah dalam aspek penyidikan,” cetusnya.
Sementara itu, Kapolresta Bima, AKBP. Kumbul SH, S. IK., yang dikonfirmasi oleh wartawan terkait dengan langkah yang diambil Busran dan sejumlah pertanyaan lain yang diajukan Busran, menyatakan bahwa Polresta Bima telah melaksanakan tugas sesuai prosedur dan aturan serta perundang-undangan yang berlaku saja. “Itu saja tanggapan kami,” tandasnya singkat via sms, Jum’at (17/6).(GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update