-->

Notification

×

Iklan

Iuran Sekolah Membengkak, Dimana Kontrol Anggota Dewan Terhormat?

Tuesday, June 21, 2011 | Tuesday, June 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-06-21T05:15:37Z
Bima, Garda Asakota.-
Sejumlah warga masyarakat di Kabupaten Bima, khususnya yang berdomisili di Kecamatan Woha,  mempertanyakan kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima dalam mengotrol kinerja Eksekutif di bidang pendidikan.

Dari berbagai aspirasi yang disuarakan warga masyarakat, nyaris tidak pernah diindahkan oleh anggota DPRD. “Hampir tiap hari keluhan demi keluhan kami aspirasikan, tapi sedikit-pun tidak pernah ditanggapi dengan serius. Katakan saja, kasus yang terjadi didunia pendidikan yang berkaitan dengan membengkaknya anggaran sekolah,” ujar Yamin, warga Kecamatan Woha Kabupaten Bima, kepada Garda Asakota, Sabtu (18/6).
Menurutnya, warga masyarakat yang tergolong tidak mampu, menghadapi beban berat ketika ingin melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke  sekolah Negeri. “Putra-putri kami dibenturkan dengan pembayaran iuran yang sangat tinggi sehingga kami sebagai wali murid terpaksa menarik kembali putra-putri kami agar dialihkan pada sekolah yang iurannya terjangkau. Walaupun sekolahnya tidak terkenal, yang penting mata pelajarannya sama,” cetusnya.
Diakuinya, untuk melanjutkan anak-anaknya ke sekolah negeri baik SMPN maupun SMAN, biaya yang harus dikeluarkan minimal Rp500 ribu hingga Rp1 juta rupiah. “Ini biaya untuk pertama masuk, belum termasuk iuran komitenya,” keluhnya.
Yamin mengatakan, semestinya persoalan-persoalan semacam ini harus disikapi langsung oleh para wakil rakyat yang terhormat. “Jangan sibuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Proyek, jangan hanya rapat-rapat saja, tapi penyelesaiannya tidak ada,” sindirnya.
Warga lainnya, Sarifuddin, mengaku memilih dan mengangkat anggota DPRD tujuannya untuk memperbaiki atau meluruskan persoalan yang dihadapi masyarakatnya, bukan hanya menampung aspirasi tanpa ditindak-lanjuti.
Persoalan membengkaknya anggaran atau iuran pendidikan yang harus dibayar oleh wali murid, menggambarkan bahwa seakan-akan siswa yang tidak mampu ‘diharamkan’ masuk sekolah Negeri atau favorit. “Uang dari mana kami dapatkan untuk membayar iuran tersebut. Jangankan untuk mebiayai sekolah anak-anak, buat makan sehari-haripun tidak ada,” cetusnya. (GA. 234*)
×
Berita Terbaru Update