-->

Notification

×

Iklan

Diduga Uang APBD Rp29 Milyar Tidak Bisa Dipertanggung-jawabkan

Tuesday, June 21, 2011 | Tuesday, June 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-06-21T06:02:39Z
Kota Bima, Garda Asakota.-
Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan (BPKP) Mataram Provinsi NTB, mendapati temuan dugaan penyalahgunaan penggunaan APBD di Pemkot Bima. Temuan itu terdapat dalam ikhtisar laporan hasil pemeriksaan BPKP Mataram berdasarkan joint audit BPKP Mataram dengan Pemkot Bima No: 146/S/XIX/MTR/05/2011, yang membeberkan adanya 98 temuan dugaan penyimpangan anggaran yang terjadi di berbagai SKPD lingkup Kota Bima sejak tahun 2004 hingga tahun 2008.
Tidak tanggung-tanggung, berdasarkan informasi yang diperoleh Garda Asakota, total dugaan kerugian keuangan daerah dari hasil temuan tersebut adalah sebesar Rp30.375 Milyar lebih dan baru dikembalikan hanya sekian persen atau sekitar Rp1,261 Milyar lebih.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tahun anggaran 2005 LKPD Pemkot Bima TA 2004, ditemukan dugaan penggunaan APBD yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan antara lain pemberian bantuan peningkatan kinerja pimpinan dan anggota DPRD Kota Bima dan penghasilan uang sidang sebesar Rp1,860 Milyar tidak sesuai ketentuan. Dari angka Rp1,860 M ini, telah dikembalikan sebesar Rp66 juta lebih dan sisanya hingga saat ini belum dikembalikan ke kas daerah. Selain itu, ditemukan kucuran uang representasi DPRD sebesar Rp70 juta, baru dikembali Rp13 juta, jasa pengabdian tidak sesuai PP 110 tahun 2000 sebesar Rp152 juta, pemberian tunjangan kesra berupa asuransi jiwa dan general cek up sebesar Rp364 juta, dan baru dikembalikan Rp125 juta. Untuk tahun pemeriksaan 2006 belanja daerah tahun 2005 dan tahun 2006, antara lain ditemukan dugaan penyimpangan proyek traffic light Dishub sebesar Rp64 juta dan dana marching band pada Bagian Umum Setda sebesar Rp75 juta, dan lain-lain. Temuan ini menurut informasi yang diperoleh Garda Asakota, belum termasuk temuan Rp16,5 Milyar oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Temuan dugaan kebocoran APBD Kota Bima terus berlanjut ketika BPKP melakukan pemeriksaan tahun 2008 LKPD tahun 2007. Sesuai LHP No: 200/S/XIX.MTR/10/08, APBD Kota Bima tahun anggaran 2007, ditemukan rekening kas daerah sebesar Rp5,132 Milyar di BRI Cabang Bima yang diduga dicairkan tanpa melalui mekanisme APBD dan tidak dipertanggungjawabkan, ditemukan sebesar Rp5 Milyar Dana Alokasi Umum (DAU) di BRI Cabang Bima, dan sebesar Rp3 Milyar Dana Alokasi Khusus (DAK) yang disimpan sebagai jaminan kredit di bank serupa. Selain itu, juga ditemukan rekening kas sebesar Rp6,894 Milyar yang diduga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dari Rp6,894 M ini, baru dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp250 juta. Tahun 2007 juga ditemukan tiga item keuangan yang diduga tidak bisa dipertanggung-jawabkan penggunaannya yakni, Sakura Rp500 juta, Pujasera Rp300 juta, dan Kepala BPKD diminta menyetor kembali sisa kas daerah sebesar Rp499, 866 juta.
Menariknya, pada pemeriksaan tahun anggaran 2009 LKPD TA 2008 sesuai LHP No: 183/S/XIX.MTR/09/2009, ditemukan realisasi tunjangan operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang seharusnya sebesar Rp102 juta dan tambahan penghasilan kepada Walikota Bima dan Wakil Walikota Bima sebesar Rp87 juta, sehingga totalnya sebesar Rp189.500 juta.
Menyikapi puluhan item temuan tersebut, pihak BPKP yang ditanda-tangani oleh Kepala BPKP Mataram-NTB, Drs. Djoni Kirmantoro, langsung mengeluarkan surat rekomendasi kepada Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin, untuk merumuskan pengembalian uang daerah dari berbagai pihak tersebut. Surat itu harus segera ditindaklanjuti bila tak ingin diproses hukum, misalnya, Walikota Bima memerintahkan TP-TGR untuk menyelesaikan secara damai dengan membuat dan menandatangani SKTJM (Surat Keterangan Tanggung-jawab Mutlak).
Pertanyaannya adalah, mampukah Pemkot Bima dibawah kepemimpinan H. Qurais dan H. A. Rahman dalam kurun waktu dua tahun kepemimpinannya kedepan, dapat menuntaskan persoalan itu?, agar bisa terbebas dari cap disclaimer yang selama ini melekat dalam setiap tahun pertanggung-jawaban pengelolaan keuangan?.
Sebab bila item temuan itu tetap menjadi saldo bermasalah setiap tahun anggarannya, maka secara otomatis predikat itu tetap ‘menghantui’ sisi pengelolaan keuangan Pemkot Bima. Meskipun Walikota Bima melalui Kabag Humaspro, Muhammad Hasyim, S. Sos, SH, M. Ec. Dev, menyatakan optimis predikat disclaimer akan segera berakhir, namun sejumlah kalangan baik di lembaga DPRD Kota Bima maupun praktisi lainnya, meragukan komitmen Walikota Bima tersebut. Pasalnya, untuk meminta pengembalian seluruh hasil temuan melalui TP-TGR bukan pekerjaan mudah, karena berhubungan erat dengan ketersediaan uang cash dari penanggung-jawab ‘raib’nya keuangan Negara tersebut.
Dan kalaupun ada kesanggupan untuk menyicil, sampai kapan baru bisa dilunasi?. Apakah cukup waktu dikembalikan selama sisa waktu kepemimpinan H. Qurais?, dan bagaimana bila oknum penanggung-jawab itu sama sekali tidak memiliki apa-apa untuk mengembalikan uang APBD tersebut? atau bahkan ada yang meninggal dunia?. Bisakah sebab itu, serta-merta menghilangkan cap disclaimer?. Atau taruhlah ketika mereka tidak mampu mengembalikan uang APBD tersebut, kemudian ada kebijakan Pemkot Bima untuk menyeret temuan itu ke ranah hukum?, apakah bisa menjamin proses hukum itu dapat berjalan mulus?. Apakah aparat penegak hukum punya cukup waktu untuk menuntaskannya?, dan apakah Walikota Bima mau penjarakan semua pegawainya?. Ataukah Pemkot Bima tutup buku ‘kelamnya’ dan menata pembangunan kedepan tanpa menoleh ke masa silam?. Inilah beberapa pertanyaan sekaligus tantangan bagi kepemimpinan Walikota Bima, H. Qurais, terkait dengan komitmennya untuk keluar dari predikat disclaimer dan mewujudkan pemerintahan bersih. (Tim. GA*)
×
Berita Terbaru Update