-->

Notification

×

Iklan

Didi Bantah Tuduhan Pemilik Toko Dian Putra

Saturday, May 14, 2011 | Saturday, May 14, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-05-14T01:15:48Z
Sape, Garda Asakota.-
Menyikpai adanya laporan dugaan tindak pidana penganiayaan yang telah dilaporkan oleh Sinta dengan Nomor: LP/191V/2011NTB/Res Bima Kota, Salahuddin, S. Sos, salah satu guru Se¬ko¬lah Mengah Atas Negeri (SMAN)-I Sape, secara tegas membantah dirinya melakukan pelemparan dan mencaci-maki Sinta.
Kepada Garda Asakota, pria yang kerap disapa Didi ini, mengakui dirinya
bersama tukangnya datang ke toko Dian Putra Sape untuk membeli viting lampu. Saat itu dirinya sempat bertemu dengan pemilik toko Dian, yang diakuinya merupakan muridnya.
“Setelah saya dengan tukang di toko itu, saya ditawarin oleh pemilik toko viting lampu yang model baru dengan harga 75.000 rupiah/satu kotak. Dan oleh saya mengatakan bagaimana kalau seandanya viting ini tidak pas?, apa boleh ditukar?, Dian menjawab boleh. Akhirnya saya membeli dua kotak dengan harga 150.000 rupiah,” akunya, Kamis (12/5). Setelah membeli viting itu, diapun pulang. Namun setelah di rumah, viting lampu dipasng oleh tu¬kang, ternyata tidak pas. “Dan ke-esokan harinya akhirnya saya pergi ke toko itu dan hendak menukarnya. Namun saat itu, Diannya tidak ada yang ada hanya istrinya, Sinta,” cetusnya.
Didi mengaku, saat itu langsung dihadang dengan muka sinis oleh Sinta. “Diannya tidak ada, lagi tidur tidak bisa diganggu. Akhirnya saya-pun beli lampu Philips 1 buah dengan harga Rp20.000,-dan ketika saya bayar dengan uang Rp50.000, Sinta langsung mengatakan dengan nada tinggi, di sini bukan tempat tukar uang. Saya bukan tukar, tapi sayakan beli barang. Kemudian dibalas lagi oleh Sinta, guru apa yang tidak mengerti omongan ini,” katanya.
Karena tidak ingin cek-cok mulut, dirinya sempat tawarkan ke Dian untuk menyuruh anak buahnya menukarkan uang Rp50 ribu tersebut?, namun dibalas Sinta bahwa anak buahnya sibuk kerja. “Saya datang ke mertuanya yang tinggalnya berdampingan dengannya, namun saat itu mertuanya Gong tidak ada, akhirnya saya ditanya oleh mertua¬nya, untuk apa pak guru?, saya jawab untuk bayar lampu Philips yang saya beli di tokonya Dian.
Dan kebetulan mertuanya itu punya uang recehan Rp20.000, dan uang itu dia kasihkan saya untuk membayar lampu itu, kemudian saya bayar ke Sinta,” lanjutnya. Keesokan harinya, kata dia, tepanya hari Minggu sekitar
pukul 07.30 wita (8/5), dirinya kembali datang ke toko itu dan hendak menukarkan viting lampu yang telah dibelinya ke Dian suaminya Sinta. Ketika sampai di toko, lagi-lagi Diannya tidak ada. “Sayapun pulang dan mampir di toko mertuanya, dan mertuanya menanyakan ke saya, pak guru kenapa bolak-balik?. Saya jawab ini nona saya mau tukar viting lampu ini, tapi Diannya tidak ada. Nggap apa sama isterinya saja Sinta, Diannya mungkin masih tidur,” tukasnya mengutip pernyataan mertua Sinta.
Atas saran itu, Didipun melangkah menuju toko Dian Putra. Namun sesampainya di toko itu, tiba-tiba Sinta langsung menyemprotnya dengan bahasa “guru macam apa yang seperti mulut cewek ini, jalan kiri-kanan cuman datang mau tukar lampu dan Sinta langsung menarik kotak yang berisi viting lampu di tangannya. “Akhirnya Sinta mencari viting lampu jenis lain untuk ditukar, dan ketika pembantunya hendak mau membantu, oleh Sinta dilarangnya. Tak lama kemudian dia mengatakan, tidak ada, stok habis. Kemudian dia melemparkan ke saya kotak itu dan secara refleks kotak yang dilemparkan olehnya saya tangkis dan terpental kembali kepadanya. “Entah kenapa tiba-tiba saya melihat di kepala¬nya keluar darah, dan sayapun kaget, tak lama kemudian akhirnya saya langs¬ung pulang. Jadi saya membantah jikalau saya dituduh meludahi dan melempar¬nya, saya tidak pernah meludahinya dan apalagi saya melemparnya,” bantahnya.
Sementara itu pemilik toko Dian Putra, Dian (suaminya Sinta, red) kepada wartawan mengaku isterinya Sinta berdarah karena diduga dilempar oleh Didi sebanyak dua kali. “Satu kali tidak kena dan satu kalinya kena. Dan karena berdarah, isteri saya langsung di larikan ke rumah sakit terdekat yaitu Puskesmas Sape dan dijahit sebanyak enam jahitan,” akunya. Diakuinya pula, lantaran tidak terima diperlakukan seperti itu akhirnya pihaknya melaporkan kasus tersebut ke Polresta Bima Kota dengan Nomor: LP/191/V/2011/NTB/Res Bima Kota, pada tanggal 8 Mei 2011. (GA. 333*)
×
Berita Terbaru Update