-->

Notification

×

Iklan

Tugas DK Memverifikasi Isi Rekomendasi Bawaslu

Wednesday, March 30, 2011 | Wednesday, March 30, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-03-30T01:33:06Z
Mataram, Garda Asakota.-
Aliansi Rakyat Pro Demokratik (ARPD) dibawah Koordinator, Drs. Ruslan Efendy, menggelar audiensi dengan pihak KPUD NTB kemarin siang di ruang rapat KPU NTB, Selasa (29/3). Melalui Ahmad Ritauddin, SH, ARPD menegaskan bahwa sesuai dengan teks hukum yang tertuang dalam Pasal 30 ayat 1 UU Nomor 22 tahun 2007 menegaskan bahwa Dewan Kehormatan (DK) terbentuk atas rekomendasi Bawaslu untuk dilakukan pemberhentian anggota KPU Kabupaten/Kota dan didahului dengan langkah vefikasi oleh DK.

Dijelaskannya bahwa, makna ferivikasi menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi III Depdiknas, Balai Pustaka, hal. 1260, kata verfikasi maknanya adalah pemeriksaan tentang kebenaran laporan atau kebenaran pernyataan. Jadi kerja DK berdasarkan teks hukum di atas tidak disebutkan menyangkut kerja tentang pengumpulan data atau pendalaman suatu data yang kemudian dapat berimplikasi terhadap munculnya asumsi pengulur-nguluran waktu dalam penuntasan rekomendasi Bawaslu. “Dengan kajian itu, semes¬tinya verfikasi atau pemeriksaan reko-mendasi Bawaslu itu harus langsung dilakukan dalam suatu momentum per¬si¬dangan yang juga nantinya meng¬hadirkan berbagai pihak, terutama pihak KPU Kabupaten Bima sebagai pihak yang disangkakan telah melakukan perbuatan pelanggaran kode etik KPU,” tegas pria yang saat ini sedang menempuh S2 Hukum di Fakultas
Hukum Unram. Bawaslu dalam hal ini juga harus dihadirkan dalam kerangka mempertanggung-jawabkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukannya, sehingga apa yang disampaikan oleh Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU NTB, Ilyas Sarbini, SH, kepada berbagai media menyangkut kinerja DK harus dievaluasi kembali.
Hal ini perlu ditegaskan pihaknya, agar proses pemeriksaan DK tidak berjalan terlalu lama sebagaimana yang dikatakan oleh Ketua KPU NTB bakal berlangsung maksimal dua bulan dan dikritisi oleh anggota KPU lainnya, Ilyas Sarbini, bisa diperpendek hingga satu bulan. “Padahal kerja DK dalam menguji materi pokok perkara ini tidak akan menghabiskan waktu hingga sedemikian lamanya. Makanya, kehadiran ARPD di KPU NTB adalah meminta DK agar bisa bertindak trans¬paran dan jujur, khususnya menyangkut aspek jadwal kerja DK,” ucapnya.
Dihadapan pihak KPU NTB, pihaknya meminta agar jadwal kerja DK dapat mengontrol pelaksanaan tugas DK, sebab sekarang ada kekhwatiran yang muncul hal ini sengaja dilakukan untuk mempengaruhi aspek-aspek lain dan ini menjadi kekhawatiran semua pihak. “Apalagi dalam ayat 2 ditegaskan menyangkut aspek pembelaan pihak yang disangkakan melanggar kode etik. Berarti bila melihat regulasi yang ada pada ayat 1 dan 2 ini sudah mengatur secara tegas kerja verifikasi atau model persidangan DK.
Aspek penting lain yang dipertegas oleh ARPD adalah apakah dalam melakukan verfikasi itu pihak DK melakukannya secara terbuka atau secara tertutup dengan mengundang atau mendatangi pihak lain. “Dan hal ini harus diberikan penegasan di dalam jadwal DK,” tegas Imam.
Menyikapi hal itu, Ketua KPU NTB, Fauzan Khaliq, mengakui statemennya menyangkut penuntasan kerja DK paling lambat dua bulan kedepan. Akan tetapi, pihaknya berharap kerja DK bisa secepatnya dituntaskan. Fauzan mene¬gaskan komitmen pihaknya yang telah membentuk DK sesuai dengan apa yang direkomendasikan Bawaslu kepa¬da pihaknya. “Jadi Bawaslu itu bersifat rekomendasi dan wajib bagi kami untuk menindak-lanjuti rekomendasi itu,” tegasnya.Dirinya meyakinkan bahwa, anggota DK tidak akan terlalu lelah bekerja, karena pihaknya besyukur rekomendasi Bawaslu disertai dengan lampiran-lampiran. “Sehingga kami anggota DK tinggal meneliti, meme¬riksa, dan mengkaji bukti-bukti yang dilampirkan oleh Bawaslu. Dan kami jamin 100 persen, apapun keputusan DK akan ditindak-lanjuti oleh KPU NTB,” janjinya seraya berharap apapun hasil keputusan DK dapat diterima oleh semua pihak. “Apalagi kita semua sepakat bahwa negara kita ini negara hukum,” ucapnya.
Kemudian untuk lebih jelasnya, kata dia, parameter yang akan dipakai oleh DK untuk mengukur apakah terjadi pelanggaran kode etik atau tidak, itu adalah Peraturan KPU Nomor 31 tahun 2008 tentang kode etik penyelengga¬raan Pemilu. Kemudian tata kerjanya juga diatur dalam PKPU Nomor 38 tahun 2008 tentang tata cara kerja DK. “Dan Kami semua di KPU NTB sudah berkomitmen tidak akan menginter¬vensi DK. Dan kan lucu bila kami dapat meng¬ intervensi Prof. Galang (Ketua DK, red),” cetusnya. Yang perlu diketahui, katanya, biasanya yang menjadi unsur eksternal DK adalah Prof. Machsan, SH, MH. “Lantas kenapa sekarang kita tidak memakai pak Machsan?, karena beliau dulunya pengacara KPU Kabu¬paten Bima saat bersengketa di MK. Hal itu membuat kami berpikir bahwa pak Machsan akan memiliki kepen¬tingan, sehingga kami ganti beliau dengan Prof. Galang. Jadi itu untuk menjamin independensi,” tegasnya meyakinkan. (GA. 211/212*)
×
Berita Terbaru Update