-->

Notification

×

Iklan

QUO Vadis Pembentukan PPS

Wednesday, March 23, 2011 | Wednesday, March 23, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-03-22T23:47:45Z
Jubir

Jakarta, Garda Asakota.-
Ekspektasi terhadap pembentukan daerah otonom baru bernama Propinsi Pulau Sumbawa (PPS) agaknya sudah tak terbendung. Setidaknya, hal ini dapat diukur dengan persetujuan yang telah diberikan oleh DPRD Kabupaten/kota dan Bupati/Wakil yang akan menjadi cakupan wilayah Propinsi yang dimak¬sud dan persetujuan DPRD Propinsi induk
sebagaimana yang tertuang da¬lam Pasal (4) UU No. 32 Tahun 2004.
Menurut mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Nasional-Jakarta, Jubir, kongres masyarakat Pulau Sumbawa pada tanggal 27 Februari lalu merupa¬kan dukungan riil masyarakat pulau Sum bawa, walaupun ‘Tuan Guru Bajang’ urung memberikan ‘restu’. ihwal peno¬lakan atas usul pembentukan daerah oto¬ nom baru dikarenakan sang penguasa ‘nomor satu’ di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) ini masih taat pada gaga¬san moratorium yang pernah dilontarkan Presiden SBY dalam rapat konsultasi dengan DPR tanggal 13 Juli 2010.
Benarkah pembentukan daerah otonom baru akan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyara¬kat?. Secara normatif, kata dia, pene¬tapan daerah otonom baru akan ber-implikasi terbentuknya Pemerintahan daerah yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan urusan peme¬rintahan berdasarkan Undang-Undang dan peraturan lainnya.
“Bagi sebagian masyarakat, pembentukan daerah otonom baru akan berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan dan makin dekatnya upaya pelayanan,” ungkapnya dalam siaran yang diterima redaksi via email, Selasa kemarin (22/3).
Berdasarkan laporan (Kompas, 18/1/2011), sebagaian besar kepala daerah tersandera kasus korupsi. sebanyak 155 kepala daerah, yang 17 diantaranya adalah Gubernur sangat akrab dengan perilaku korup. birokratis nan koruptif menyebabkan kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam menjalankan agenda-agenda pro rakyat.
“Karena¬nya, apakah daerah-daerah kabupaten/kota yang telah ‘merestui’ usulan pembentukan PPS telah bebas dari prilaku manipulatif dan korup?,” tanya Jubir. Dugaan penyalahgunaan dana APBD Kabupaten Bima tahun 2009 senilai Rp2,5 Milyar untuk pem¬bangunan Perguruan Tinggi yang di¬sinyalir milik pribadi terus ‘menghantui’ perjalanan Bupati yang terkenal dengan slogan ‘toho ra ndai sura dou labo dana’ adalah gambaran suram betapa kepala daerah rentan dengan jeratan perkara hukum.
Pembakaran kantor Kecamatan Lam¬bu dan kantor Polsek Parado ada¬lah potret buram gagalnya ‘birokrasi bringas’ di daerah pulau Sumbawa mem¬ persembahkan keadilan bagi rakyatnya. Lalu, apa urgensi dari rencana usulan pembentukan daerah otonom baru ditengah budaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang makin menggila? Di tengah menguatnya klan dinasti yang terus mempertontonan sikap ‘heroic mind’ terhadap rakyatnya. Masihkah kita sebagai rakyat jelata mendapat ‘tempat’ dalam empati dan tanggung jawab mereka yang kita sebut sebagai pemimpin bila tim sukses yang Asal Bapak Senang (ABS) terus merajalela?
Masih menurut aktivis HMI/Mahasiswa Bima-Jakarta ini, rencana pembentukan PPS sebagai sebuah cita-cita bersama, keharusan yang luhur untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan akan terwujud bila elemen civil society telah kuat, kritis dan bersatu. Prestasi terbesar masyarakat pulau sumbawa bukanlah pada pem¬bentukan Propinsi Pulau Sumbawa (bila betul-betul terwujud) tetapi memastikan pulau Sumbawa bebas dari cengkraman ‘raja-raja kecil’ yang hidup dari budaya ‘upeti’, suap, serta pemberian komisi dalam perekrutan CPNS sungguh teramat penting. Power tend to corrupt absolutely power corrupt absolutely harus dihentikan. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update