-->

Notification

×

Iklan

Penyelesaian Sengketa Pemilukada Bima Deadlock

Friday, March 11, 2011 | Friday, March 11, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-03-11T00:21:39Z
KPUD Dinilai Tak Punya Itikad Baik

Mataram, Garda Asakota.-
Upaya fasilitasi penyelesaian konflik Pemilukada Kabupaten Bima yang digelar di hall Gubernur NTB, Kamis kemarin (10/3), berujung deadlock. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Bima maupun Pro¬pinsi NTB belum mau melaksanakan eksekusi terhadap Putusan
Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima terkait dengan temuan kasus money-politik yang melibatkan tim sukses (Timses) pasangan H. Ferry Zulkarnain, dan Drs. H. Syafruddin HM. Nor.
Dalam pertemuan sesi kedua yang berlangsung di hall Pendopo Gubernur NTB, sebagai tindak lanjut dari perte¬muan Rabu tanggal 2 Maret lalu, dise¬pa¬kati dua butir kesepakatan yakni yang pertama bahwa semua pihak bersepa¬kat menyampaikan kembali komitmen untuk melaksanakan lima (5) butir kese¬pakatan tanggal 2 Maret dengan kon¬sisten dan dengan penuh tanggung-jawab. “Kesepakatan yang kedua bah¬wa semua pihak sepakat untuk menjun¬jung tinggi supremasi hukum dan menye¬le¬saikan hukum sesuai dengan prosedur dan koridor hukum yang berlaku,” ujar Kepala Biro Humas Pemprop NTB ke¬pada sejumlah wartawan usai berlang¬sungnya perte¬muan tersebut, Kamis (10/3).
Saat ditanya wartawan jalur hukum yang mana yang mesti harus ditempuh lagi guna menyelesaikan polemik terkait dengan kewenangan eksekusi terhadap putusan money politik itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses itu kepada pihak-pihak yang berkeberatan. “Tidak dijelaskan menyangkut ranah hukum itu. Pak Gubernur tidak mema¬suki jalur itu. Yang jelas para pihak yang berkepentinganlah yang akan menentu¬kan jalur hukum mana yang paling pas untuk proses penyelesaiannya. Dan itu tidak bias,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua KPUD Pro¬pinsi NTB kepada wartawan mengata¬kan bahwa jalur hukum yang tepat dalam mengakhiri konflik Pemilukada ini adalah dengan menyerahkan proses penyelesaian kasus money politik itu melalui pengajuan judicial review pasal 50 dan 51 Peraturan KPU Nomor 16 tahun 2010 ke Mahkamah Agung.
“Keputusan hukum tentang money politik itu semestinya wajib untuk di¬eksekusi dengan membatalkan pa¬sangan calon terpilih.
Tetapi oleh peraturan KPU kewa¬jiban itu dibatasi waktu sampai dengan tanggal pelantikan. Ini karena Ferry (Ferry Zulkarnain, red.) dilantik pada tanggal 9 Agustus dan incrachtnya putusan itu pada tanggal 12 Agustus, itu bukan kewenangan KPU lagi. Seka¬rang setelah pelantikan KPU sudah tidak lagi memiliki kewenangan. Saya tidak tahu ini kewenangan siapa,” cetus Ketua KPU Propinsi NTB, Fauzan Haliq, saat dikonfirmasi wartawan usai pertemuan itu digelar, Kamis (10/03).
Menghindari biasnya persoalan ini, Fauzan menyarankan kepada pihak pasangan ZAMAN, NAJAR, dan IDAMAN, agar mengajukan judicial review Peraturan KPU Nomor 16 tahun 2010, khususnya pasal 50 dan 51 ke Mahkamah Agung (MA). “Saya sarankan silahkan ajukan judicial review ke MA terhadap pasal 50 dan 51 tersebut. Kalau misalnya itu dibatalkan oleh MA dan MA memutuskan KPU untuk mengeksekusinya maka KPU akan melakukan eksekusi. Jadi ini sudah final, sampai peraturan KPU itu dirubah,” sarannya.
Lalu bagaimana tanggapan pa¬sangan ZAMAN, NAJAR dan IDAMAN terkait dengan sikap KPUD yang tidak mau mengeksekusi putusan money politik tersebut? Melalui kuasa hukumnya, Kaffani, SH., justru menilai sikap KPUD yang tidak mau mela¬kukan eksekusi terhadap putusan money politik itu merupakan suatu sikap yang menentang hukum, langkah bodoh, dan jebakan kepada pihaknya.
“Kenapa harus disarankan ke MA, padahal Forum Muspida tadi siang su¬dah sepaham, Ketua Pengadilan Tinggi tetap konsisten pada pendirian¬nya. Apa¬lagi dalam ketentuan pasal 51 peraturan KPU Nomor 16 thn 2010 tersebut sudah tidak bersifat interpretatif lagi.
Dan ketentuan pasal 51 ini sudah sangat selaras dengan UU Nomor 32 tahun 2004, khususnya pasal 82 dan Keputusan MK Tahun 2004 tentang perkara Nomor 072 dan 073. Lalu apa lagi yang harus di judicial review, kalau peraturan ini sudah sesuai dengan Un¬dang-undangnya dan sudah ditegaskan secara tegas oleh UU bahwa kewe¬nangan pembatalan itu adalah KPUD. Inikan alasan yang sangat tidak rasional, keliru dan jelas dibuat-buat,” tegas Kaffani. Mekanisme penyelesaian kasus ini melalui jalur hukum menurut Kaffani sudah final. “Tidak ada lagi jalur hukum yang harus ditempuh lagi karena persoalan money politik ini sudah ada putusan hukumnya. Ini yang tidak dipahami oleh pihak KPUD Propinsi dan Kabupaten Bima. Langkah selanjutnya adalah langkah eksekusi oleh KPUD Kabupaten Bima.
Dan mekanisme menyangkut ke¬wenangan ini sudah tertuang secara jelas dalam peraturan KPU Nomor 16 tahun 2010, khususnya pasal 50 dan 51. Mereka tidak mau melaksanakan ekse¬kusi ini menurut saya karena mereka tidak memiliki itikad yang baik untuk menegakkan supremasi hukum. Apalagi dalam peraturan hukum tersebut tidak ada batasan waktu yang diberikan kepada lembaga KPUD ini,” cetusnya lagi seraya menegaskan bahwa kede¬pan pihaknya optimis, eksekusi pa¬sangan Fersy tetap akan dilaksanakan.
Pantauan langsung wartawan media ini, jalannya pertemuan penyelesaian sengketa Pemilukada Kabupaten Bima yang digelar di Hall Pendopo Gubernur NTB berlangsung aman dengan penjagaan satu kompi aparat Kepolisian resort Kota Mataram yang dikawal langsung oleh Kapolresta Mataram, I Nyoman Sukena. Pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur NTB dan dihadiri oleh seluruh Muspida Propinsi NTB, pasangan ZAMAN, NAJAR dan IDAMAN minus H. Suhaedin dan Pasangan FERSY, minus Ferry Zulkarnain, serta dihadiri oleh Asisten I Pemkab Bima. Pertemuan itu digelar dari jam 10 pagi dan berakhir pukul 12. 30 wita. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update