-->

Notification

×

Iklan

Proyek MTsN Padolo Bakal Dipolisikan

Friday, January 21, 2011 | Friday, January 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-01-21T01:57:17Z
PPK dan Konsultan Bantah Ada Penyimpangan

Kota Bima, Garda Asakota.-

Dewan Pemantau Penyelenggara Negara Indonesia (DPPNI) Kota Bima NTB dan Koordinator Daerah Institut Transparansi Kebijakan (ITK) Kota Bima-NTB, Kamis (20/1), mengadukan ulah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Mansyur S. Ag., Konsultan Pe¬rencana Proyek yang berada di bawah naungan CV. Master Data, Hendro, serta Pelaksana Proyek (PT. Iwan S) ke Mapolresta Kota Bima atas dugaan mark-up, dugaan kelalaian dalam pe¬rencanaan dan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pembangu¬nan gedung Madrasah Tsanawiyah Ne¬geri (MTsN) Padolo Kota Bima se¬hingga ditengarai merugikan keuangan Negara sekitar Rp207 Juta dari total anggaran sebesar Rp2,3 Milyar Tahun Anggaran (TA) 2009 dan 2010.“Kami sudah mengadukan hal ini kepada SPK Polresta Bima dan diterima oleh Ipda. Yamin dan Jakariah. Dan dalam waktu dekat ini, kami akan susun laporannya secara tertulis,” tegas Al-Imran, SH., Penasehat ITK Korda Bima-NTB kepada wartawan, Kamis (20/1).
Al-Imran mensinyalir adanya dugaan penyimpangan itu dari hasil pengerjaan yang dilakukan berdasarkan pengalokasian anggaran tahun 2009 dan 2010. Tahun 2009 itu, kata Al-Imran, anggaran pengerjaannya adalah sekitar Rp1,1 Milyar dengan volume pekerjaan yang diselesaikan yakni sekitar delapan (8) local. Sementara anggaran tahun 2010, lanjutnya, adalah sebesar Rp1,229 Milyar dengan volume pekerjaan enam
(6) local ruangan. “Jika dilihat dari sisi anggarannya, maka anggaran yang digunakan pada tahun 2010 lebih besar dari anggaran di tahun 2009. Namun dengan jumlah anggaran sebesar itu, justru bangunan gedung senilai Rp2,3 Milyar lebih itu tidak dilengkapi dengan plafon pada tiga local ruangan, pema¬sangan kaca, dan pemasangan daun pintu. Hal ini jelas memperlihatkan buruk¬nya perencanaan dan perhitungan anggaran yang dilakukan oleh pihak Konsultan Perencana, serta lemahnya kualitas PPK sebagai pengguna barang/jasa, sehingga berimplikasi terhadap tidak tercapainya target anggaran yang dikucurkan dan tidak tuntasnya pe¬kerjaan bangunan gedung yang ber¬standar internasional tersebut.
Dan jika mengacu kepada ketentuan Keppres 80 tahun 2003 bahwa peker¬jaan itu belum layak untuk diserah teri¬makan karena ada sejumlah pekerjaan yang belum tuntas dikerjakan 100 persen, akan tetapi pekerjaan sudah diba¬yarkan sepenuhnya. Mestinya pengguna barang harus melakukan evaluasi terhadap pekerjaan pelaksana baru melakukan pembayaran dan kami menduga dalam hal ini sudah dilakukan perbuatan memanipulasi laporan.
Sangat kelihatan Negara dirugikan dalam hal ini. Bahkan kami melihat pekerjaan yang tidak mestinya dilaku¬kan seperti membuat ornament itu justru dikerjakan oleh pihak pelaksana padahal ada aspek yang paling penting yang ha¬rus dituntaskan. Ini juga kami duga aki¬bat dari adanya arahan konsultan peren¬canaan yang berdampak pada timbul¬nya inefisiensi dalam penggunaan angga¬ ran. Sebab tujuan dari dialokasi¬kan¬nya anggaran itu adalah melakukan penun¬tasan pekerjaan gedung itu. Dan plafon itu adalah bagian penting dari sebuah bangunan. Kalau pekerjaannya sudah selesai baru pekerjaan yang lain bisa dilakukan,” beber pria yang merupakan penasehat ITK Korda Bima NTB ini kepada wartawan, Kamis (20/1).
Al-Imran mensinyalir tidak dimasuk¬kannya beberapa item pekerjaan penting seperti plafon dan beberapa item lainnya itu karena ada dugaan kepentingan Konsultan Perencana yang juga ikut mengambil bagian dalam pekerjaan kap gedung tersebut yang mempergunakan kerangka alumunium. “Dugaan kami Konsultan Perencana yang juga ikut mengerjakan bagian kap bangunan itu ditengarai meninggikan standar harga pengerjaan alumunium¬nya. Jadi include disitu sehingga kami menengarai ini adalah permainan dari oknum konsultan itu sendiri.
Karena barang dia yang masuk, se¬hingga pekerjaan yang lain jadi ikut terbengkalai. Apalagi tugas seorang kons¬ultan perencana itu sesungguhnya merencanakan dan mengawasi peng¬gu¬naan anggaran ini secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran angga¬ran. Apalagi jika kita kalkulasikan anta¬ra pekerjaan beton dengan bagian atap bangunan itu tidaklah terlalu berselisih terlalu jauh. Lalu kenapa harga yang delapan local dengan yang enam local, lebih besar yang enam local. Disinilah ketahuan adanya unsur dugaan mark up anggaran itu,” cetusnya.
Jika dihitung bangunan tersebut dari berbagai data yang kami kumpulkan, lanjut Al-Imran, pada penggunaan anggaran tahun 2009, luas bangunannya kurang lebih 684 meter persegi. Angka ini diperoleh dari ukuran satu lokalnya adalah 9x9 meter persegi dikali delapan (8) local ruangan yang harus dikerjakan. Sementara untuk tangga naiknya di¬perkirakan ukurannya sekitar 4x9 meter persegi maka ada sekitar 36 meter per¬segi yang dikerjakan dengan anggaran sekitar Rp1,1 Milyar lebih.
“Sementara untuk tahun 2010, total luas bangunan yang dikerjakan adalah sekitar 552 meter persegi yang diker¬jakan dengan anggaran sebesar Rp1,¬229 Milyar. Justru lebih besar anggaran tahun 2010 ini. Tapi kok pekerjaan plafon tidak dimasukkan kedalam item pekerjaan. Makanya kami melihat unsure mark up nya yang sangat kuat didalam perhitungan anggaran ini kare¬na konsultan perencanaannya juga ma¬suk mengambil bagian untuk menger¬jakan proyek. Kalaupun dia tidak terli¬bat didalam pekerjaan, maka dugaan kami dia bermain dengan oknum pelak¬sananya. Apalagi anggaran tahun 2010 ini, bukan anggaran yang diperoleh dari hasil tender. Maka mereka bisa saja meng¬ajukan anggaran dan RAB-nya sesuai dengan apa yang mereka ingin¬kan. Harga alumunium, misalnya, itu bisa dia tentukan sendiri apalagi dia me¬mi¬liki perusahaan sendiri. Dari kalkulasi ini, maka dugaan kami telah terjadi mark up dan Negara dirugikan sekitar Rp207 juta lebih,” beber Al-Imran.
Sementara itu, Ketua DPPNI Kota Bima-NTB, Jaharuddin, HMS., mene¬gaskan bahwa didalam ketentuan Keppres 80 tahun 2003 pasal 1 ayat 21 menegaskan tentang adanya komitmen bersama dari semua komponen baik itu pengguna barang/jasa, panitia penga¬daan/pejabat pengadaan/penyedia ba¬rang/jasa untuk membuat suatu komit¬men yang disebut Pakta Integritas yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi, dan nepotis¬me (KKN) dalam pelaksanaan penga¬daan barang/jasa. “Akan tetapi, kami melihat didalam proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa di MTsN Padolo Kota Bima ini sinya¬lemen terjadinya tindak KKN ini cukup kuat sebagai¬mana yang dibeberkan oleh Penasehat ITK Korda Bima-NTB tersebut,” terang pria yang juga merupakan Sekretaris Komite di MTsN Padolo Kota Bima ini, Kamis (20/1).
Tidak dikerjakannya pekerjaan plafon, kata Jaharuddin, dengan alasan tidak dicantumkannya didalam base tech mengindikasikan adanya dugaan KKN yang dilakukan antara pihak PPK dan Konsultan Perencana. “Dan semesti¬nya, jika kita mengacu kepada keten¬tuan Keppres 80 tahun 2003, khususnya pasal 37 ayat 3 bahwa ketika Konsultan Perencana tidak cermat dalam meren-canakan pekerjaan dan mengakibatkan kerugian bagi pengguna barang/jasa harus dikenakan sanksi berupa keha¬rusan untuk menyusun kembali peren¬canaan dengan beban biaya dari kon¬sultan yang bersangkutan dan atau tun¬tutan ganti rugi. Tidak direncanakannya pekerjaan plafon oleh konsultan perencana dan pengguna barang ini mengindikasikan adanya dugaan tindak kolusi dan korupsi yang mengakibatkan timbulnya kerugian Negara,” kata Jaharuddin lagi.
Indikasi lainnya adalah ketika sejumlah pekerjaan itu belum dituntas¬kan oleh pihak pelaksana, kata Jaha¬ruddin, anggaran sudah sepenuhnya di¬cairkan oleh pihak pengguna anggaran. “Padahal ketika kita mengacu kepada kententuan Keppres 80 tahun 2003 pasal 36 ayat 1 dan ayat. Mestinya pengguna barang/jasa harus melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang telah diselesaikan, baik secara seba¬hagiaan maupun secara keseluruhan pekerjaan dan menugaskan penyedia barang atau jasa untuk memperbaiki dan atau melengkapi kekurangan pekerjaan itu. Dan jika pekerjaan telah tuntas 100 persen, barulah pihak pengguna barang ini menerima hasil pekerjaan itu. Namun yang terlihat justru pengguna barang ini melakukan pembiaran atas tidak dituntaskannya pekerjaan itu,” sorotnya lagi.
Lalu bagaimana tanggapan Konsul¬tan Perencana terkait dengan apa yang dibeberkan oleh pihak ITK Korda Bima-NTB dan DPPNI Kota Bima NTB ini. Baik pihak PPK maupun pihak Konsultan perencana membantah keras tudingan tersebut dan mempersilahkan kepada kedua lembaga itu untuk mela¬porkannya ke pihak yang berwenang.
“Silahkan saja dilaporkan kepihak penegak hukum,” kata Hendro, Konsultan Perencana dari CV. Master Data, kepada wartawan media ini, Kamis (20/1). Dijelaskan Hendro, pada dasarnya perencanaan pihaknya itu dilakukan mengikuti harga standar yang berlaku. Berdasarkan DIPA yang diajukan oleh Kanwil Kemnag NTB, bahwa satu meter persegi itu dihargai dengan angka Rp3 juta.
Sementara di Kota Bima ini dihargai Rp3,5 Juta. “Dari aspek itu, maka jelas harus ada item yang harus dikurangi. Sehingga untuk plafon ini memang tidak ada anggarannya sehingga tidak bisa dikerjakan dan tidak ada di dalam RAB nya. Jadi intinya tidak ada yang menyalahi pak,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kasek MTsN Padolo Kota Bima, Mansyur, S. Ag., yang juga merupakan PPK dalam proyek pembangunan gedung sekolah berstandar Internasio¬nal tersebut juga membantah keras berbagai sorotan yang dialamatkan ke pihaknya dan pihaknya mempersilahkan dua LSM tersebut meneruskannya ke pihak hukum. “Iya silahkan saja dilaporkan ke aparat penegak hukum. Kami sudah siap menghadapinya,” tandas Mansyur singkat. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update